Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
yang menyebabkan kaki penari diamputasi. Kemudian pada tahun 1964, Schrudde melakukan pengambilan lemak menggunakan insisi kecil dan kuret dengan akibat meninggalkan bekas luka yang panjang pada kulit. Karena akibat yang ditimbulakannya teknik ini tidak populer. Tahun1976, Fishcer mengembangkan metode kris-kros pada penyedotan. Metode ini lebih diterima dalam dunia medis. Kemudian, Pieree Fournier (Paris) meneliti lebih dalam dan menemukan cara baru dengan teknik kering, yaitu tidak menggunakan cairan yang harus disuntikan ke jaringan lemak. Fournierlah yang mempopulerkan dan mengajarkan ke seluruh ilmu medis di dunia. Di Indonesia, Sedot lemak dilakukan sejak tahun 1980-an. Tetapi dengan adanya sebuah kasus kematian, proses ini dinilai menakutkan dan menjadi tidak popular. Bulan November 1990, Perdoski Pusat mengadakan kursus bedah kulit pertama di RSPAD Gatot Subroto. Pada awal tahun 1990 reaksi dunia medis Indonesia terhadap sedot lemak cenderung melarang karena dapat membahayakan jiwa pasien. Sampai bulan Maret tahun 2000, Pierre Fournier sendiri yang memberikan kursus sedot lemak di sebuah rumah sakit di Jakarta. Ancaman bagi Tubuh Dibalik proses sedot lemak ini menyimpan resiko-resiko tinggi yang harus dialami oleh pasien pelaku operasisedot lemak. Menurut sebuah penelitian medis di Indonesia, ketika dilaksanakan proses sedot lemak berisiko munculnya pendarahan, infeksi, dan reaksi yang tidak dinginkan terhadap pembiusan. Proses ini juga memunculkan komplikasi-komplikasi setelah proses sedot lemak berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi yaitu tampilan jaringan kulit yang tidak teratur, bergelombang, dan memburuk. Ini merupakan akibat dari penyedotan yang tidak rata, kulit yang kurang elastis, dan penyembuhan yang tidak biasa. Biasanya komplikasi ini bersifat permanen. Kemudian, bagi pasien yang melakukan sedot lemak, berpotensi mengalami mati rasa di bagian yang dioperasi. Mati rasa ini dapat bersifat sementara atau permanen. Infeksi, juga akan muncul setelah proses ini. Walaupun komplikasi ini jarang terjadi, namun jika terjadi infeksi akan membutuhkan perawatan pasca operasi yang cukup lama dan akan menimbulakn bekas luka yang signifikan. Proses sedot lemak juga dapat menimbulan
kebocoran di organ bagian dalam. Kebocorannya membutuhkan operasi tambahan dan berpotensi untuk menjadi fatal. Risiko terbesar dalam proses sedot leak adalah kematian. Ini bias disebabkan oleh reaksi terhadap obat bius. Pertukaran cairan yang dimasukkan dan yang disedot dapat menimbulkan masalah pada ginjal dan jantung yang berujung pada kematian. Selain itu, idealnya lemak yang diangkat dari operasi ini adalah mulai dari 2 pon (sekitar 0,9 kilogram) hingga 3 pon (1,36 kilogram) dan paling maksimum mulai dari 5 hingga 6 pon (2,26 - 2,72 kilogram). Selebihnya dapat menyebabkan kematian. Begitu besar risiko yang akan dihadapi seseorang pelaku sedot lemak. Ini memang solusi cepat, tetapi kita perlu berpikir berulang-ulang kali mengingat risiko yang ditimbulakan besar. Persiapan proses sedot lemak juga benar-benar harus diperhatikan, mulai dari persiapan finansial, persiapan fisik, dan persiapan metal. Menurut Dr. Harun Riyanto, pada penelitian di Amerika Serikat tahun 1990, dari 9478 kasus sedot lemak atau liposuction yg dilakukan oleh 55 dokter kulit di Amerika Serikat, 0,05% mengalami komplikasi perdarahan dan 0,02% menderita infeksi. Ini membuktikan bahwa sedot lemak tidak menjamin keamanan dan kesehatan tubuh pasca operasi. Menurut Dr. Tryswaty, jika masih bisa melakukan diet teratur jangan dekai sedot lemak. Lebih baik berolah raga rutin dan menjaga pola makan secara teratur. Perbanyak meminum air putih dan kurangi makanan berlemak. Dengan itu saja juga akan berhasil mengurangi lemak dalam tubuh.