Documenti di Didattica
Documenti di Professioni
Documenti di Cultura
PENGARUH PEMBERIAN SUSPENSI MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP KERUSAKAN HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI ANTITUBERKULOSIS RIFAMPISIN DAN ISONIAZID
Evy Sulistyoningrum 1, Fajar Wahyu Pribadi1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto E-mail: evysulistyoningrum@yahoo.com.sg
1
ABSTRACT
Tuberculosis treatment required at least two antituberculosis drugs (ATDs) and long term course. Isoniazid (INH) and Rifampicin are the two most active ATDs and were used in whole course of treatment. INH and Rifampicin combination increased risk of hepatotoxixity. Meniran (Phyllanthus niruri L.) contains phyllanthin, active subtance that is believed to have hepatoprotective activity. The aim of this study was to know the effect of meniran suspension on AST/ALT blood levels and histopathological findings after induction of Rifampicin and INH. Twenty five male albino rats (Rattus norvegicus) wistar strain aged two months and weighed 150-200 grams were divided into five groups of five each. Positive control (A) was treated with aquadest, negative control (B) was treated with Rifampicin and INH; one dose meniran (I) was pre-treated with 16,2 mg meniran before ATDs; two dose meniran (II) was pre-treated with 32,4 mg meniran before ATDs, three dose meniran (III) was pre-treated with 48,6 mg meniran before ATDs. The drugs were administered orally for 28 days. Blood samples for ALT/AST levels and histopathology sample were taken at the end of study. One way ANOVA, post hoc and linear regression were used for data analysis. There was significant mean difference for ALT levels (p=0,000) but not for AST level (p> 0,05). Increasing dose of meniran decreased serum level of ALT (r=-0,539). Vacuolar degeneration, necrosis and portal triad leucocytes infiltration were most common in negative control groups, while these changes were reduced in meniran-treated groups. We can conclude that meniran pretreatment reduces INH-rifampicin-induced hepatotoxicity. Key words: Phyllanthus niruri L., isoniazid, rifampicin, hepatotoxicity, AST/ALT blood levels, histopathological findings of liver
ini potensial meningkatkan resiko kejadian kerusakan hepar3. Untuk pengobatan menghindari TBC, efek samping diberikan
penyakit yang sudah lama dikenal, akan tetapi sampai saat ini TBC masih menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Prinsip paling pengobatan sedikit dua TBC menggunakan obat dan
dapat
hepatoprotektan yang dapat melindungi hati. Meniran atau Phyllanthus niruri L telah digunakan selama lebih dari 2000 tahun untuk pengobatan penyakit kuning, darah tinggi, diabetes diare, dan gonorrhea, lain-lain. peluruh Meniran batu, juga
macam
berlangsung dalam jangka panjang1. Lima obat lini pertama yang sering digunakan dalam pengobatan TBC adalah INH,
rifampisin, pirazinamid, ethambutol, dan streptomisin. INH dan rifampisin merupakan dua obat yang paling aktif sehingga
2
dipercaya mempunyai efek hepatoprotektif. Phyllanthus niruri L mengandung zat aktif alkaloid, astragalin, brevifolin, asam
hipophyllantin, lignan, lintetralins, lupeols, metil salisilat, nirantin, nirtetralin, niruretin, nirurin, niruriside, norsecurinin, phyllanthin, phyllanthinin, phyllanthenol, phyllochryine, phyltetralin, asam respandusinik, quercetin, quercetol, quercitrin, rutin,
4
hepatotoksik pada tikus wistar adalah 50 mg/KgBB/hari melalui sonde selama 28 hari7. Dosis meniran yang digunakan pada penelitian ini adalah dosis pada manusia yaitu 9002.700 mg/hari6 dikalikan faktor konversi. Pemeriksaan kadar AST dan ALT dilakukan pembuatan di LPPT UGM, histologis sedangkan dengan
saponin,
triacontanal, dan tricontanol . Senyawa aktif yang diduga memiliki efek pelindung hati adalah phyllantin . Dosis serbuk meniran yang digunakan pada pengobatan hepar manusia berkisar antara 9002700 mg/hari . Penelitian ini bertujuan untuk
6 5
sediaan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi FKH UGM. Penelitian eksperimental rancangan ini adalah penelitian
dengan
mengamati aktivitas hepatoprotektif meniran dilihat dari perbaikan kadar AST/ALT dan gambaran histologis hepar pasca induksi antituberkulosis. Hasil penelitian ini
post-test-only
Hewan coba dibagi menjadi lima kelompok, yaitu kelompok kontrol positif (A)
diharapkan dapat menjadi dasar penggunaan suspensi meniran sebagai salah satu alternatif hepatoprotektan yang ditambahkan pada pengobatan TBC dan diharapkan menjadi data dasar untuk pengembangan penelitian yang lebih mendalam.
mendapatkan Rifampisin-INH 50 mg/kgBB dalam akuades 5 mL/hari selama 28 hari; kelompok I mendapatkan suspensi meniran 16,2 mg dalam 2,5 mL akuades dilanjutkan Rifampisin-INH 50 mg/kgBB dalam akuades 2,5 mL/hari selama 28 hari; kelompok II
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar jantan berumur dua bulan dengan berat 150200 gram dalam keadaan sehat dan suspensi tanaman meniran (Phyllanthus niruri L.) yang didapatkan dari Laboratorium Layanan Praklinik dan Penelitian Terpadu (LPPT) UGM. Bahan kimia meliputi Rifampisin, INH dan akuadest sebagai pelarut didapatkan dari Laboratorium Farmakologi FKIK
Rifampisin-INH 50 mg/kgBB dalam akuades 2,5 mL/hari selama 28 hari; dan kelompok III mendapatkan suspensi meniran 48,6 mg dalam 2,5 mL akuades dilanjutkan
pemberian suspensi meniran dan RifampisinINH adalah 30 menit. Pada akhir penelitian dilakukan pengambilan darah melalui vena orbital untuk pemeriksaan kadar AST dan
UNSOED. Dosis rifampisin dan INH yang digunakan untuk menimbulkan efek
ALT dan hewan coba dikorbankan dengan cara dekapitasi untuk preparasi hepar. Perbedaan rerata kadar ALT dan AST tiap kelompok dianalisis dengan uji ANOVA 1 jalan dengan taraf kepercayaan 95% dilanjutkan uji post hoc. Analisis regresi linear digunakan untuk mengetahui hubungan antara dosis meniran dengan kadar ALT dan AST. Data gambaran histopatologis hepar dianalisis menghitung secara distribusi deskriptif frekuensi dengan untuk
2. Hepar tikus kelompok kontrol positif tidak menunjukkan gambaran peradangan portal, nekrosis hepatosit dan degenerasi vakuoler (Gambar kelompok 2). Sedangkan negatif hepar tikus
kontrol
menunjukkan
gambaran kerusakan
berupa peradangan
portal ringan sampai sedang (Gambar 3), degenerasi vakuoler ringan (Gambar 4) dan nekrosis sentrilobuler ringan sampai sedang (Gambar 5).
Tabel 1. Kadar ALT dan AST tiap kelompok perlakuan
Kelompok Kadar ALT (IU/mL) 26,58 + 2 ,84 43,28 + 3,08 25,68 + 2,74 25,22 + 4, 68 24,70 + 3,18 p* 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Kadar AST (IU/mL) 78,92 + 4,71 88,22 + 7,34 70,26 + 12,10 59,38 + 29,69 58,28 + 11,89 p* p>0,05 p>0,05 p>0,05 p>0,05 p>0,05
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran ALT dan AST disajikan dilanjutkan pada post tabel hoc 1. Uji test ANOVA (=0,05)
A B I II III
menunjukkan bahwa rerata kadar ALT berbeda bermakna pada kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif, kelompok meniran 1 dosis, 2 dosis, dan 3 dosis (p=0,00), akan tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan pada kelompok meniran 1, 2 dan 3 dosis. Terdapat penurunan ALT mulai pada pemberian meniran 1 dosis. Uji regresi linier menunjukkan bahwa suspensi meniran memberikan kontribusi 29,10 % dalam penurunan kadar ALT dan terdapat hubungan yang kuat antara dosis meniran dengan penurunan kadar ALT (r = -0,54). Hasil analisis statistik untuk rerata kadar AST menunjukkan bahwa rerata kadar AST pada tiap kelompok adalah tidak berbeda bermakna (p> 0,05). Hasil pemeriksaan gambaran
A B I II III
Data ditampilkan sebagai mean + SD. *Hasil post hoc test, nilai p dibandingkan dengan kelompok B. Kelompok A : kontrol positif; Kelompok B : kontrol negatif (Rifampisin-INH 50 mg/kgBB); Kelompok I : meniran 16, 2 mg+Rifampisin-INH 50 mg/kgBB; Kelompok II : meniran 32,4 mg+Rifampisin-INH 50 mg/kgBB, Kelompok III : meniran 48,6 mg+RifampisinINH 50 mg/kgBB Tabel 2. Hasil pemeriksaan histopatologis hepar
Peradangan portal Ringan 0 4 4 3 3 Sedang 0 1 0 0 0 Nekrosis sentrilobuler Ringan 0 3 2 0 0 Sedang 0 1 0 0 0 Degenerasi vakuoler Ringan 0 5 3 3 2 Sedang 0 0 0 0 0
Data menampilkan jumlah hewan yang mengalami kelainan histologis. Kelompok A : kontrol positif; Kelompok B : kontrol negatif (Rifampisin-INH 50 mg/kgBB); Kelompok I : meniran 16,2 mg+Rifampisin-INH 50 mg/kgBB; Kelompok II : meniran 32,4 mg+Rifampisin-INH 50 mg/kgBB, Kelompok III : meniran 48,6 mg+Rifampisin-INH 50 mg/kgBB
Hepar tikus kelompok meniran 1 dosis mengalami peradangan portal, degenerasi vakuoler dan nekrosis sentrilobuler ringan dengan frekuensi yang lebih kecil
dibandingkan kontrol negatif. Hepar pada kelompok meniran 2 dan 3 dosis tidak mengalami nekrosis sentrilobuler tetapi
mengalami peradangan portal dan degenerasi vakuoler ringan (Gambar 6) dengan frekuensi lebih kecil dibanding kontrol negatif dan meniran 1 dosis.
Gambar 4. Hepar kelompok B. Degenerasi vakuoler (derajat ringan), hepatosit mengalami degenerasi (a) ukurannya membesar dengan sitoplasma vakuoler (Pewarnaan HE, 400x)
Gambar 2. Hepar kelompok A. Tampak parenkim dan lobulus hepar normal, tidak terdapat peradangan hepatosit (a) mengelilingi vena sentralis (b) (Pewarnaan HE, 400x)
Gambar 5. Hepar kelompok B. Nekrosis (derajat ringan), tampak hepatosit di sekitar vena sentralis kehilangan gambaran inti (a). Pewarnaan HE, 400x)
b a
Gambar 3. Hepar kelompok B. Peradangan daerah portal (derajat sedang), tampak infiltrat sel radang berwarna ungu (a) disekitar hepatosit normal (b) (Pewarnaan HE, 400x) Gambar 6. Hepar Kelompok III. Peradangan daerah portal dan degenerasi vakuoler (derajat ringan), tampak kelompok sel radang berwarna ungu (a) disekitarnya tampak hepatosit mengalami degenerasi vakuoler ukurannya membesar dengan sitoplasma vakuoler (b) (Pewarnaan HE, 400x)
Hasil pengukuran kadar ALT dan AST pada kelompok yang diberikan Rifampisin dan INH menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lain. Hasil ini konsisten
8
degenerasi vakuoler dengan derajat ringan sampai sedang. INH menyebabkan kerusakan hepar berupa degenerasi vakuoler, nekrosis fokal dan kolestasis minimal13. INH
dengan
penelitian
menyebabkan jejas hepatoseluler akut yang manifest sebagai jejas akut berkisar dari nekrosis fokal sampai gagal hepar fulminan dan jejas hepatoseluler yang terdiri atas degenerasi vakuoler atau apoptosis disertai eosinofilia. Pemakaian INH jangka lama juga dapat menyebabkan jejas hepatoseluler
Santhosh et al. yang menyebutkan bahwa pemberian INH dan Rifampisin akan
meningkatkan kadar ALT dan AST, laktat dehidrogenase, fosfatase asam, dan alkalin fosfatase, selain itu juga meningkatkan kadar trigliserida, kolesterol dan asam lemak bebas di dalam serum. Penelitian lain yang konsisten adalah penelitian Kalra et al. yang menyebutkan pemberian INH dan Rifampisin meningkatkan kadar ALT dan AST mencapai 3-4 kali lipat. Kadar ALT merupakan indikator
9
kronik yang manifest sebagai fibrosis hepatis dan sirosis14. Kerusakan hepar akibat
Rifampisin muncul sebagai nekrosis yang tergantung dosis, degenerasi vakuoler dan infiltrasi sel radang15. INH menimbulkan kerusakan hepar melalui jalur idiosinkratik reaksi
16
kerusakan membran sel. Kadar enzim ini meningkat secara abnormal pada sel hepar yang mengalami peradangan atau kematian . Kadar AST merupakan indikator kerusakan mitokondria . Walaupun AST dan ALT sering dianggap sebagai enzim hati karena tingginya konsentrasi keduanya di dalam hepatosit, namun hanya ALT yang dianggap spesifik, hal ini dikarenakan AST juga terdapat di dalam miokardium, otot rangka, otak dan ginjal . Gambaran histopatologis yang dapat diamati pada kerusakan hepar akibat INH dan Rifampisin antara lain degenerasi vakuoler, nekrosis sentrilobuler dan peradangan portal. Hasil ini konsisten dengan penelitian Kalra et al.
9 12 11 10
yang
dapat
melibatkan
hipersensitivitas
diperantarai sistem imun . INH merupakan inhibitor enzim sitokrom P-450 yang
mengkatalisis fase I atau reaksi hidroksilasi obat. Gangguan pada fase ini dapat
menghasilkan produk metabolit antara yang jauh lebih toksik dari zat asal dan dapat menyebabkan kerusakan sel hepar akut14. Rifampisin menimbulkan kerusakan hepar melalui jalur idiosinkratik. Rifampin merupakan induktor aktivitas enzim sitokrom P-45014. Keterlibatan rifampin pada aktivitas sitokrom homeostasis P-450 kalsium. ini mempengaruhi Jalur lain yang
bertanggung jawab pada kerusakan hepar akibat rifampisin adalah melalui mekanisme stres oksidatif dimana terjadi peningkatan lipid peroksidase15. Penggunaan kombinasi
akibat INH dan Rifampisin muncul sebagai inflamasi portal, nekrosis, perlemakan dan
INH dan rifampisin potensial meningkatkan resiko kejadian kerusakan hepar . Rifampisin meningkatkan toksisitas INH melalui induksi sitokrom P-450 karena asetil-INH dari INH diubah menjadi monoasetil hidrazin yang dikatalisis oleh sitokrom P-450 menjadi zat hepatotoksik lain . Pemberian suspensi meniran
15 3
INH
dan
Rifampisin
berkurang
pada
kepada Lembaga Penelitian UNSOED atas dukungan dana penelitian yang diberikan oleh melalui DIPA II; Laboratorium
menurunkan kadar ALT secara signifikan dan mengurangi frekuensi baik hepar yang
Farmakologi UNSOED dan Laboratorium LPPT UGM untuk penyediaan alat dan bahan penelitian serta Laboratorium Patologi
mengalami portal,
kerusakan
peradangan maupun
nekrosis
sentrilobuler
Anatomi FKH UGM untuk pengadaan hewan coba dan pembuatan preparat. DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe, NN, D Basir, MS Makmuri, CB Kartasasmita (editor), Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi, PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2005. Chambers, Antimycobacterial Drugs, Dalam Katzung, BG (editor), Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition, Lange Medical Books-McGraw-Hill, New York, 2001, 80313. Palmer, Medications and The Liver/Hepatitis, 2004, Available from URL: http://www.liverdisease.com/cf_o/search.jht ml.[diakses pada 21-01-2008] Bagalkotkar G, Sangidu SR, Saad MS, Stansals J, Phytochemicals from Phyllanthus niruri Linn. and Their Pharmacological Properties:A Review, Journal of Pharmacy and Pharmacology, 2006, 58 (12),1559-70. Tabassum NS, Chattervedi S, Aggrawal SS, Ahmed N, Hepatoprotective Studies on Phyllanthus niruri on Paracetamol-Induced Liver Cell Damage in Albino Mice, JK Practitioner, 2005, 12 (4), 211-2. Reichert R, Phytotherapeutic Alternatives for Chronic Hepatitis. Quart Rev Natural Med, 1997, 1038. Rana S, Ravinder P, Kim V, Kartar S, Effect of Different Oral Doses of IsoniazidRifampicin in Rats, Molecular and Cellular Biochemistry, 2006, 289,:39-47.
melindungi hati terhadap kerusakan akibat INH dan Rifampisin. Kandungan Phyllanthus yang diduga bersifat anti-hepatotoksik adalah hypophyllanthin Phyllanthin dan dan phyllanthin . dapat
2.
5
hypophyllanthin
memberikan efek hepatoprotektor pada hepar karena memiliki aktivitas ini antioksidan17. melindungi
Kandungan
antioksidan
jaringan hepar dari kerusakan oksidatif dan membantu mekanisme regenerasi sel hepar . Antioksidan juga mempunyai aktivitas
18
3.
4.
(Phyllanthus niruri L) mulai dosis 16,2 mg/hari dapat menurunkan kadar ALT akibat induksi INH dan Rifampisin secara
signifikan. Semakin besar dosis meniran yang diberikan semakin rendah kadar ALT. Frekuensi kerusakan hepar akibat induksi
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Santhosh S, Sini TK, Anandan R, Mathew PT, Effect of Chitosan Supplemention on Antitubercular Drugs-Induced Hepatotoxicity in Rats, Toxicology, 2006, 219, 53-9. Kalra BS, Aggarwal S, Khurana N, Gupta U, Effect of Cimetidine on Hepatotoxicity Induced by INH-Rifampicin Combination in Rabbits, Indian J Gastroenterol, 2007, 26,1821. Jensen JE dan Freese D, Liver Function Tests, Rocky Mountain System Inc, Colorado, 2006. Wang FR, Ai H, Chen XM, Lei CL, Hepatoprotective Effect of a ProteinEnriched Fraction from The Maggots (Musca domestica) Against CCl4-Induced Hepatic Damage in Rats, Biotechnol Lett, 2007, 29, 853-8. Sacher RA dan RA McPherson, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, 2004, EGC, Jakarta. Mitchell JR, Zimmerman HJ, Ishak KG, Thorgeirsson UP, Timbrell JA, Snodgrass WR, et al., INH Liver Injury; Clinical Spectrum, Pathology and Probable Pathogenesis, Ann Intern Med, 1976, 84, 181-92. Mehta N, Oszick L, Gbadehan E, Drug Induced Hepatotoxicity, 2007. Available from URL:
15. Chen J, dan Raymond K, Roles of Rifampicin in Drug-drug Interactions : Underlying Molecular Mechanisms Involving Nuclear Pregnane X Receptor, Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials, 2006, 5:3. 16. Kaplowitz N, Drug-Induced Liver Injury, 2006, Clinical Infectious Diseases. 38 : S448 17. Kassuya CAL, Leite DVP, de Melo LV, Rehder VLG, Calixto JB, Anti-Inflammatory Properties of Extracts, Fractions and Lignans Isolated from Phyllanthus amarus, Planta Med, 2005, 71, 721-6. 18. Bhattacharjee, R dan Sil PC, Protein Isolate from the Herb, Phyllanthus niruri L. (Euphorbiaceae), Plays Hepatoprotective Role Against Carbon Tetrachloride Induced Liver Damage via Its Antioxidant Properties, Food and Chemical Toxicology, 2007, 45 (5),817-26. 19. Tasduq SA, Singh K, Satti NK, Gupta DK, Suri KA, Johri RK, Terminalia chebula (fruit) Prevents Liver Toxicity Caused by Sub-chronic Administration of Rifampicin, INH and Pyrazinamide in Combination, Hum Exp Toxicol, 2006, 25 (3), 111-8.
http://www.emedicine.com/cf_o/searc h.jhtml.[20-01-2008]