Sei sulla pagina 1di 80

Skenario A Blok 15 Tahun 2013 Mr.

Saman, 48 years old, a porter, comes to MH Hospital because he has been having chest pain since three hours ago while he was working at the train station. The pain was radiated to his back and lower jaw, and it felt like burning. He also complained shortness of breath, sweating, and nauseous. About 3 months ago he felt pain on his left chest while he was working, then he met the doctor. His doctor asked him to have treadmill examination but he refused because he couldnt pay for it. He has no history of hypertension. He is a heavy smoker. Physical Exam: Dyspnea, height: 170 cm, body weight: 92 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 115 bpm regular. PR:115 bpm, regular, equal. RR: 24 x/min. Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH2O, muffle heart sounds, basal rales (+), wheezing (-), liver: not palpable, ankle edema (-). Laboratory Results: Hemoglobin: 14 g/dl, WBC: 9.800/mm3, Diff count: 0/2/5/65/22/6, ESR: 20/mm3, Platelet: 214.000/mm3. Total cholestherol 345 mg%, triglyceride 180 mg%, LDL 194 mg%, HDL 38 mg%. Blood glucose 155 mg/dl, urine glucose (-), sediment : normal findings. CK NAC 373 U/L, CK MB U/L, Troponin I: 0,2 ng/ml. Additional Exam: Chest X-ray: cor: CTR < 50%, normal shape. Lungs: bronchovascular pattern is normal. ECG: sinus rhythm, normal axis, HR: 117 bpm, regular, normal Q wave, ST elevaton in lead V1-V4, ST depression in lead II, III, aVF. II. Klarifikasi Istilah 1. Chest pain: Nyeri dada.
1

2. Shortness of breath: Pernapasan yang pendek;sesak napas (frekuensi tinggi, amplitudo rendah) 3. Pallor: Pucat 4. Diaphoresis: Berkeringat, terutama keringat yang banyak. 5. Muffle Heart Sound: Suara jantung yang terdengar jauh atau redup. Bunyi redaman saat auskultasi pada jantung, yang disebabkan oleh adanya cairan dilapisan perikardium 6. Basal rales: Suara pernapasan abnormal yang didengar saat auskultasi pada basis paru dan menunjukkan keadaan patologis. 7. Hypertension: Tekanan darah tinggi 8. Dyspnoe: Pernapasan yang sukar atau sesak. 9. Wheezing: Suara bersuit yang didengar saat bernapas. 10. CK NAC: Enzim yang berkonsentrasi tinggi pada jantung dan otot rangka. 11. CK MB: Creatinin Kinase Muscular Brain (Isoenzim kardiologis yang biasanya meningkat pada kondisi miokard infark akut) 12. Troponin I: Enzim spesifik pada otot jantung, salah satu cardiac marker adanya kerusakan pada miokardium. kompleks protein otot yang jika bersenyawa dengan CA2+ mempengaruhi tropomiosin untuk berkontraksi 13. CTR: Cardiothoracic Ratio 14. Bronchovaskular pattern: Gambaran pembuluh darah disekitar bronkus. Dalam keadaan normal, bronchovascular pattern tidak melebihi setengah dari garis vertikal salah satu bagian paru-paru (hemithorax). Pada keadaan tertentu, bronchovascular pattern meningkat melebihi setengah garis vertikal salah satu bagian paru (paru kanan atau paru kiri) 15. ST Elevasi: Kenaikan segmen ST di atas garis isoelektrik. 16. ST Depression: Penurunan segmen ST di bawah garis isoelektrik.

III. Identifikasi Masalah 1. Tuan Saman, 48 tahun, pengangkat barang, nyeri dada sejak 3 jam yang lalu saat bekerja. Nyeri menjalar ke punggung dan rahang bawah., dan nyeri seperti rasa terbakar. 2. Keluhan tambahan pernapasan pendek, berkeringat, dan nausea. 3. Tiga bulan yang lalu, dia merasa nyeri di dada kirinya saat bekerja.
2

4. Tidak ada riwayat hipertensi dan ia adalah perokok berat. 5. Pemeriksaan fisik 6. Pemeriksaan laboratorium 7. Pemeriksaan tambahan

IV. Analisis Masalah 1. Tuan Saman, 48 tahun, pengangkat barang, nyeri dada sejak 3 jam yang lalu saat bekerja. Nyeri menjalar ke punggung dan rahang bawah., dan nyeri seperti rasa terbakar. Tiga bulan yang lalu, dia merasa nyeri di dada kirinya saat bekerja. a) Apa etiologi nyeri dada? Jawaban: Nyeri dada dapat disebabkan oleh bermacam sebab. Lokasi nyeri dada tergantung derivat segmental saraf aferen. Cardiac chest pain Ischemic Angina Nonischemic Pericarditis Gastroesophageal : Reflux eshophagitis, esophageal spasm, Non cardiac chest pain

esophageal perforation, gastritis dan peptic ulcer disease Myocardial infarction Aortic dissection Pulmonary : Pneumothorax, Pulmonary embolism, Pleuritis, Neoplasm dan Bronchitis. Aortic stenosis Mitral valve prolapse Musculoskeletal: Costochondritis, Rib fracture dan Compression radiculopathy Hypertrophic cardiomyopathy Coronary spasm Dermatologic: Herpes zooster.

Pada kasus ini tergolong cardiac chest pain yang ischemic (angina)

b) Bagaimana mekanisme terbentuknya nyeri dada? Jawaban: Nyeri merupakan persepsi rasa yang tidak menyenangkan karena adanya rangsangan pada saraf nyeri atan saraf nociceptor. Nyeri dapat muncul akibat adanya rangsangan mekanis, suhu, ataupun kimiawi. Pada otot jantung, rasa sakit akan muncul salah satunya, apaila sel-sel otot jantung mengalami iskemia. Iskemia terjadi apabila kebutuhan oksigen sel-sel otot jantung tidak dapat dipenuhi oleh suplai yang tersedia. Ada beberapa penyebab iskemia otot jantung, namun penyebab tersering adalah adanya obstruksi arteri koronaria karena adanya atherosklerosis. Dengan adanya obstruksi tersebut, maka akan muncul keadaan iskemik ketika terjadi peningkatan kebutuhan metabolik sel-sel otot jantung, seperti pada kerja fisik, ketegangan emosi, kelelahan, dan lain sebagainya. Iskemia ini akan menyebabkan sel-sel otot jantung membebaskan zat-zat asam, seperti asam laktat, atau produk produk yang menimbulkan nyri lainnya, seperti histamin, kinin, atau enzim proteolitik seluler yang tidak cepat dibawa pergi oleh aliran darah koroner yang bergerak lambat. Konsentrasi yang tinggi dari produk abnormal ini akan merangsang ujung-ujung saraf nyeri (nociceptor) di otot jantung yang akan mengantarkan impuls nyeri melalui jaras paleospinotalamikus. Pada jaras saraf nociceptor akan menghantarkan impuls nyeri melalui serabut saraf aferen sensorik ke kornu dorsalis medula spinalis, di sini serabut nyeri viseral dapat bersinaps dengan neuron urutan kedua yang berasal dari daerah yang secara embriologis sama dan dapat menimbulkan rasa nyeri alih. Kemudian, impuls nyeri naik ke otak melalui jaras anterolateral. Di otak jaras paleospinotalamikus berakhir secara luas di batang otak. Dari area nyeri di batang otak, banyak neuron berserabut pendek yang memancarkan impuls nyeri naik ke intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke dalam bagian tertentu hipotalamus dan daerah basal lain di otak.

c) Bagaimana mekanisme penjalaran nyeri ke punggung dan rahang bawah? Jawaban: Rasa nyeri di dada dipengaruhi oleh system saraf otonom (n.simpatis dan parasimpatis). Pada jantung: Rasa nyeri pada penyakit jantung biasanya dirasakan dari Th1 4, yang dinamakan serabut sensorik atau visceral aferen. Badan sel berada di dalam ganglion akar

posterior, serabut saraf akan mengikuti nervus cardiacus (symphaticus), ujung cabang-cabang parasymphaticus dan nervus vagus membentuk plexus cardiacus. Rasa nyeri pada Infark Miokard Akut (IMA) terjadi karena rangsangan kimiawi atau mekanik pada ujung reseptor saraf. Rangsang ini melalui serabut aferen simpatis ke ganglion simpatis, radiks posterior menuju medulla spinalis Th1 -5. Disini impuls aferen simpatis bertemu dengan impuls somatic struktur thoraks. Hal ini merupakan dasar terjadinya cardiac referred pain. Impuls berjalan menuju traktus spinotalamikus ke thalamus, dan menuju korteks serebri sehingga terdapat sensasi rasa sakit. Akibat dari gangguan suplai darah ke myocardium, menyebabkan kemampuan kontraksi otot pun terganggu. Saat suplai oksigen menurun, jantung akan memanfaatkaan cadangan energy berupa fosfat. Namun hal ini tidak bertahan lama dan memaksa tubuh untuk mengkompensasi dengan melalui metabolime anaerob. Akibatnya terjadi penumpukan asam laktat. Asam laktat yang menumpuk ini menyebabkan penekanan pada ujung-ujung saraf atau reseptor nyeri pada jantung. Selain itu sejumlah substansi seperti bradikinin, prostaglandin dan adenosine yang dilepaskan oleh region iskemik di jantung dapat mensensitasi dan mengeksitasi ujung saraf sensori di jantung. Nyeri yang terjadi pada daerah jantung termasuk nyeri alih. (Saat ini, penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori konvergensi-proyeksi (Fields, Martin, 2001). Menurut teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen spinal (satu dari kulit dan satu dari struktur otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel sel proyeksi sensorik yang sama. Karena itu tidak memiliki cara untuk mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah somatic (dermatom)). Nyeri kardia biasanya beralih ke aspek dalam lengan kiri, lengan kanan, abdomen, punggung dan leher. Nyeri alih terjadi karena memiliki dermatom yang sama dengan struktur yang mengalami iritasi. Nyeri tersebut diperantarai oleh serabut-serabut aferen simpatis yang banyak mempersarafi atrium dan ventrikel. Serabut ini berjalan melewati ganglion sympatheticus thoracicus superius dan 5 radix dorsalis thoracicus superior di medulla spinalis. Di medulla spinalis impuls mungkin menyatu dengan impuls dari struktur lain. Akibat dari saraf spinalis pada jantung memiliki dermatom sama dengan punggung dan rahang bawah, konvergensi ini menjelaskan terjadinya penjalaran nyeri ke punggung dan rahang bawah.2

Serabut simpatis ini berasal dari 2 sumber yaitu ganglion paravertebrale thoracale 1-5 dan ganglion cervical.

d) Mengapa nyerinya seperti rasa terbakar? Jawaban: Ganong, (1998), mengemukakan proses penghantaran transmisi nyeri yang disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh 2 (dua) system serat (serabut) antara lain: (1).Serabut A delta (A), bermielin atau disebut juga nyeri cepat yang dirasakan dalam waktu dari satu detik, seperti ditusuk benda tajam. (2).Serabut C, merupakan serabut yang tidak bermielin dengan garis tengah 0,4 1,2 m/detik disebut juga nyeri lambat di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar.4 Rasa nyeri yang berasal dari organ visceral berupa rasa nyeri seperti rasa terbakar.3

e) Bagaimana hubungan nyeri dada dengan usia, jenis kelamin, dengan aktivitas? Jawaban: Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik.

a. Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen yang menjelaskan adanya imunitas wanita pada usia sebelum menopause, tetapi kedua jenis kelamin dalam usia 60-70an, frekuensi MI menjadi setara. b. SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Usia 40-60 tahun, insiden MI meningkat lima kali lipat. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda.2

f) Bagaimana hubungan nyeri dada tiga bulan yang lalu dengan nyeri dada sekarang? Jawaban: Awalnya, telah terjadi pembentukan plak di pembuluh darah koroner akibat faktor-faktor resiko yang dimiliki Tuan Saman. Plak ini semakin lama akan semakin membesar dan bisa menyebabkan iskemik jika lumen pembuluh darah koroner tersebut telah berkurang (suplai darah ke jantung tidak sesuai dengan kebutuhan sel-sel otot jantung). Nyeri akibat iskemik inilah yang diderita Tuan Saman pada 3 bulan yang lalu. Namun karena Tuan Saman ini menolak untuk mengikuti saran dokter setelah dia berkonsultasi, maka plak yang telah ada akan terus-menerus semakin menutupi lumen. Pada saat itu, nyeri masih bisa hilang dengan beristirahat, tetapi plak yang terbentuk tetap semakin parah. Sampai saatnya terjadi ruptur pada plak tersebut dan terbentuknya trombosis pada ruptur, akan semakin menutupi lumen pembuluh darah koroner. Tertutupnya lumen pada pembuluh darah koroner akan menyebabkan nyeri yang tidak bisa dihilangkan dengan istirahat seperti sebelumnya. Nyeri inilah yang diderita Tn. Saman pada 3 jam yang lalu.

2. Keluhan tambahan pernapasan pendek, berkeringat, dan nausea. a) Pernapasan pendek: Bagaimana etiologi? Jawaban: Berdasarkan etiologi maka dispnea dapat dibagi menjadi 4 bagian, yakni:

Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena adanya kelainan pada

jantung.

Pulmunal dispnea, dispnea yang terjadi pada penyakit jantung. Hematogenous, dispnea yang disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau

anoksia, biasanya dispnea ini berhubungan dengan exertional (latihan).

Neurogenik, dispnea terjadi oleh karena kerusakan pada jaringan otot-otot pernapasan.

Bagaimana mekanisme? Jawaban: Arterosklerosis menyebabkan adanya Coronary Artery Disease. Lalu, tejadi iskemia dan
9

infark miokardium, sehingga kontraktilitas ventrikel kiri menurun. End Diastolic Volume meningkat, Left Ventricle Dyastol Pressure juga meningkat, Left Atrial Pressure juga meningkat sehinggga peningkatan tekanan kapiler dan vena paru. Kenaikan ini menyebabkan tekanan hidrostatik > tekanan onkotik dan transudasi cairan ke jaringan interstisial, hal ini menyebabkan kongesti vaskular paru di jaringan interstisial dan ronki sehingga kelenturan paru menurun. Oleh karena itu, os dyspnea dan mengalami sesak napas, pernapasan yang pendek.

b) Berkeringat/diaphoresis: Bagaimana etiologi? Jawaban: a. Penyebab fisiologis Normalnya tubuh akan berkeringat pada saat Pengurasan tenaga, menopause, demam, makanan pedas, dan suhu lingkungan yang tinggi. Emosi yang kuat dan mengingat trauma masa lalu juga dapat memicu keringat yang sangat banyak. Sebagian besar kelenjar keringat dalam tubuh dipersarafi oleh simpatik "kolinergik" neuron. Neuron postganglionik simpatik biasanya mengeluarkan norepinefrin dan diberi nama neuron adrenergik simpatik. Meskipun demikian, ketika neuron postganglionik simpatik menginervasi kelenjar keringat mereka mengeluarkan asetilkolin dan oleh karena itu disebut simpatik "kolinergik" neuron. Neuron postganglionik hanya simpatik diakui untuk

mensekresikan asetilkolin sebagai pengganti norepin b. Penyebab Patologis Hipertiroid, Syok, Diabetes, Obat-obat tertentu (termasuk kafein, morfin, alcohol, dan antipsikosis), Pheochromocytoma, Asetilkolinesterase inhibitor, Merkuri, Infantile acrodynia, Myocardial infarction/Heart attack ( peningkatan tajam dari system daraf simpatis), Infeksi (malaria, tuberculosis) menyebabkan demam, Pneumothorax, Obesitas, Parkinsons disease, Gout.

10

Bagaimana mekanisme? Jawaban: Infark miokard pada jantung bagian anterior, yang diperdarahi arteri koronari left anterior descendens (LAD), akan menyebabkan perangsangan saraf simpatis (Sympatic Excess). Produksi keringat diatur oleh saraf simpatis, sehingga saat terjadi perangsangan saraf simpatis akan menyebabkan berkeringat berlebih. HR perapatan aliran darah terbentuk konduksi panas oleh darah merangsang area preoptik (dibagian anterio hipotalamus) ke medulla spinalis melalui jaringan saraf otonom ke kulit seluruh tubuh melalui jaras simpatis merangsang kelenjar keringat berkeringat (diaphoresis). Infark miokard menyebabkan timbulnya tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organorgan. Aliran darah dialihkan dari organ organ nonvital (organ perifer) demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Akibatnya terjadi vasokontriksi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan peningkatan Hb tereduksi di dalam darah maka timbulah pallor (pucat) dan tubuh terasa dingin. Infark miokard juga mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Akibatnya terjadi vasokontriksi kulit. Vasokontriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas sehingga pasien dapat mengalami demam ringan dan keringat berlebihan

c) Nausea: Bagaimana etiologi? Jawaban: Secara garis besar etiologi nausea dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu

intraperitoneal, ekstraperitoneal, dan pengaruh obat/kelainan metabolik. Etiologi nausea yang berasal dari intraperitoneal diantaranya adalah masalah obstruksi yaitu obstruksi pylorik, obstruksi usus halus, obstruksi kolonik, dan sidrom arteri mesentrik superior. Selain itu terdapat pula infeksi enterik di antaranya akibat virus atau bakteri. Penyakit peradangan seperti kolesistisis, pankreatitis, apendisitis, atau hepatitis. Terganggunya fungsi sensorimotor seperti gastroparesis, pseudoobstruksi intestinal, reflux gastroesophageal, nausea

11

chronic idiopathic, muntah fungsional, sindorm cyclic vomiting. Selain itu dapat pula disebabkan oleh kolik billiari atau irradiasi abdominal. Etiologi yang berasal dari ekstraperitoneal diantaranya adalah penyakit kardiopulmonari, diantaranya cardiomiopati atau infark miokardiak. Penyakit labirint seperti penyakit terhadap gerakan (mabuk/motion sickness), labirintitis, atau keganasan. Gangguan intraserebral seperti keganasan, perdarahan, abses, atau hidrocepalus. Penyakit pisikiatrik seperti anoreksia dan bulemia nervosa, atau depresi. Selain itu dapat pula disebabkan oleh muntah post-operasi. Penyebab dari pengaruh obat/ kelainan metabolik diantaranya karena obat seperti kemoterapi kanker, antibiotik, obat anti aritmia jantung, digoxin, oral hipoglikemik, kontrasepsi oral. Penyakit endokrin atau metabolik, diantaranya kehamilan, uremia, ketoasidosis, penyakit tiroid atau paratiroid, insufisiensi adrenal. Selain itu dapat pula disebabkan oleh racun dari gagal liver dan ethanol.

Bagaimana mekanisme? Jawaban: Pada kasus ini penyebab nausea adalah adanya infark miokardiak. Pada keadaan ini terjadi metabolisme anaerob yang akan menyebabkan banyaknya zat-zat sisa seperti histamin, kinin, atau enzim proteolitik seluler yang akan menimbulkan impuls pada serabut saraf aferen nervus vagus yang terdapat pada bagian inferior dan bagian posterior jantung. Hal ini diduga akan menimbulkan efek yang sama dengan perangsangan serabut saraf aferen nervus vagus pada traktus gastrointestinal, yaitu nausea. Hiperkolesterolemia LDL LDL teroksidasi cellular respon adhesi monosit pada tunica intima berdiferensiasi menjadi makrofag mengoksidasi tumpukan LDL sel busa makrofag bersatu dengan pembuluh darah fatty streak membentuk plak (terjadi di a.coroner)Atherosklerosis koroner suplai O2 untuk miokardium berkurang infark miokardium menurunkan kekuatan kontraksi, abnormalitas dinding, mengubah daya kembang ruang jantung kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri menurun volume sekuncup turun, volume sisa ventrikel meningkat Cardiac Output menurun aktivasi simpatis dari system rennin-angiotensin vasokontriksi arteri perifer perfusi darah ke GIT menurun nausea

12

Karena aktivasi saraf parasimpatis di bagian inferior jantung dan sebagian bagian diaphragma dimana disitu terdapat nervus vagus sehingga saraf-saraf aferen akan terangsang dan menimbulkan nausea. Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.

d) Bagaimana hubungan gejala-gejala dengan keluhan utama? Jawaban: Gejala-gejala yang muncul pada kasus ini berhubungan dengan dengan keluhan utama karena hal-hal ini disebabkan oleh masalah yang sama. Penyebab dari keluhan utama, yaitu nyeri dada yang menjalar hingga ke punggung dan rahang bawah dan terasa seperti terbakar adalah karena adanya iskemia pada sel-sel otot jantung yang menyebabkan munculnya zat-zat seperti asam laktat histamin, kinin, atau enzim proteolitik seluler yang menimbulkan impuls pada serabut saraf nyeri pada otot jantung sehingga menimbulkan nyeri dada. Selain itu, zat-zat tersebut juga dapat menimbulkan impuls pada serabut saraf vagus aferen pada bagian inferior dan posterior jantung yang dapat menimbulkan nausea. Iskemia atau ketidakseimbangan kebutuhan oksigen dan suplai oksigen juga menyebabkan melemahnya otot jantung sehingga tidak mampu memompa darah secara adekuat yang akan menyebabkan berkurangnya cardiac output. Hal ini menyebabkan oksigenasi jaringan berkurang sehingga akan menimbulkan usaha atau kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen, yaitu dengan berusaha meningkatkan kecepatan bernafas sehingga menimbulkan perasaan sulit bernafas. Selain itu, tubuh juga berusaha meningkatkan perfusi jaringan dengan cara meningkatkan denyut jantung dengan pengaktifan sistem saraf simpatis yaitu peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi. Pengaktifan ini akan menimbulkan peningkatan aktivitas jaringan yang dipengaruhi saraf simpatis, salah satunya menimbulkan peningkatan sekresi keringat. Miokard Infark yang terjadi pada Tn. Saman menyebabkan gangguan kontraksi pada bagian anterior jantung yang dapat disebabkan karena oklusi pada arteri coronaria sinistra yang memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri. Akibatnya terjadi gangguan kontraksi pada ventrikel kiri dan cardiac output menurun. Hal ini berdampak pada peningkatan volume darah di atrium dan ventrikel kiri hingga akhirnya ke vena pulmonalis dan menuju pulmo. Akibatnya tekanan
13

pulmoner akan meningkat. Banyaknya cairan dan aliran darah yang masuk ke pulmo yang dapat menganggu fungsi alveolus dan akhirnya terjadilah nafas yang pendek (shortless of breath). Gangguan kontraksi pada ventrikel kiri juga menyebabkan cardiac output menurun. Sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke sel tubuh pun berkurang. Untuk mempertahankan homeostasis tubuh melakukan upaya salah satunya dengan meningkatkan aktivasi saraf simpatis melalui katekolamin agar jantung dapat memompa dengan lebih kuat. Selain berdampak pada jantung juga menyebabkan produksi kelenjar keringat berlebihan dan peningkatan produksi asam lambung yang dapat sebabkan mual.

3. Tidak ada riwayat hipertensi dan ia adalah perokok berat. a) Bagaimana hubungan penyakit yang dialami Tn. Saman dengan merokok berat? Jawaban: Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari, dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok sehari menjadi dua kali lebih rentan terhadap penyakit ateroslerotik koroner daripada mereka yang tidak merokok. Yang diduga menjadi penyebab adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan katekolamin oleh system saraf otonom. Namun efek nikotin tidak bersifat kumulatif, mantan perokok tampaknya berisiko rendah seperti pada bukan perokok.2 Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga

mempermudah penggumpalan darah. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap

14

rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan darah. Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih rendah. Menurut dokter spesialis penyakit dalam Edward C. Rosenow, dikutip dari MayoClinic mengatakan bahwa nikotin yang terkandung dalam asap rokok mempunyai efek menekan nafsu makan dan peristaltic meningkat. Metabolisme makanan terganggu, sehingga tubuh tidak cepat merasa lapar.

b) Bagaimana factor risiko penyakit? Jawaban: TIDAK DAPAT DIUBAH: Usia (laki-laki 45 tahun; perempuan 55 tahun atau menopause premature tanpa terapi penggantian estrogen). Riwayat CAD pada keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55 tahun atau pada ibu atau saudara perempuan sebelum berusia 65 tahun). DAPAT DIUBAH: Hiperlipidemia (LDL-C): batas atas, 130-159 mg/dl; tinggi 160 mg/dl HDL-C rendah:< 40 mg/dl Hipertensi (140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi) Merokok sigaret Diabetes mellitus Obesitas, terutama abdominal Ketidakaktifan fisik Hiperhomosisteinemia FAKTOR RISIKO NEGATIVE HDL-C negatif2

4. Pemeriksaan fisik

15

a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan fisik? Jawaban: Indikasi Pallor Nilai normal Hasil pemeriksaan Pallor (the condition of being pale) Interpretasi Abnormal Keterangan Lack of adequate oxygen and insufficient metabolite delivery to the myocardium diminish the force of muscular contraction and decrease systolic wall motion in the affected territory. This result in the reduce of cardiac output. In respon to this reduce cardiac output, the pheripheral blood vessel will constrict to maintain adequate perfusion to the vital organ. Diaphoresis Diaphoresis Abnormal Baroreseptor unloading (if hypotension is present) may trigger sympathetic respons. Systemic sign of subsequent catecholamine release include diaphoresis, takikardi and cool and clummy skin caused by vasoconstriction. JVP 5 2 atau 3 cmH2O Muffle heart + Abnormal 52 Normal

16

sounds basal rales Wheezing Ankle edema Dypnea Dypnea Abnormal Elevated pressure in pulmonary capillary bed with transudation of fluid into interstitial spaces and alveoli, decreased compliance (increased stiffness) of the lungs, increased work of breathing IMT BP 18.5 - 25.0 90-140/60-90 92/(1.72) = 31,83 100/70 Obesitas II Normal sedikit rendah HR 60 100 x/menit PR 60 100 x/menit 115 Takikardi 115 Takikardi Baroreseptor unloading (if hypotension is present) may trigger sympathetic respons. Systemic sign of subsequent catecholamine release include diaphoresis, takikardi and cool and clummy skin caused by vasoconstriction. RR 12 20 x/menit 24x/menit Takipnea

Abnormal Normal Normal

If the ischemia affects a sufficiently large amount of myocardium, left

17

ventricular (LV) contractility can be reduce (systolic dysfunction), therby decreasing the stroke volume and pressure within LV to rise. The increase in LV pressure, compounded by the ischemia-induced stiffness of the chamber (diastolic dysfunction), is conveyed to the left atrium and pulmonary veins. This resultant pulmonary congestion decreases lung compliance and stimulates juxtacapillary receptors. These J receptors effect a reflex that results in rapid, shallow breathing and evokes the subjective feeling of dyspnea. Transudation fluid into the alveoli exacerbates this symptom.

Dyspnea : abnormal : Miokard Infark yang terjadi pada Tn. Saman menyebabkan gangguan kontraksi

Interpretasi Mekanisme

pada bagian anterior jantung yang dapat disebabkan karena oklusi pada arteri coronaria sinistra yang memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri. Akibatnya terjadi gangguan kontraksi pada ventrikel kiri. Hal ini berdampak pada peningkatan volume darah yang akan kembali lagi ke
18

atrium kiri hingga akhirnya ke vena pulmonalis dan menuju pulmo. Akibatnya tekanan pulmoner akan meningkat. Banyaknya cairan dan aliran darah yang masuk ke pulmo dapat dapat menganggu fungsi alveolus dan hal ini berkompensasi dengan terjadinya dypsnea (kesulitan bernapas). Nilai Interpretasi asia. Mekanisme : Hal ini dapat dipengaruhi oleh gaya hidup meliputi pola makan yang tidak baik

IMT : 31.8 : obesitas tingkat 1 menurut WHO eropa atau obesitas tingkat 2 menurut WHO

dan aktivitas fisik seperti olahraga yang jarang. Namun pada kasus dikatakan bahwa Tn. Saman merupakan perokok berat. Nikotin yang terdapat dirokok dapat menekan nafsu makan sehingga berat badan bisa menurun. Jadi kemungkinan obesitas pada Tn. Saman bisa karena pengaruh genetik yang lebih kuat dan olahraga yang jarang.

BP 100/70 : normal

Interpretasi

Hal ini mungkin saja terjadi akibat dari CO yang menurun akibat gangguan kontraksi ventrikel kiri.

Heart Rate, Pulse Rate : 60-100 bpm : abnormal : Gangguan kontraksi pada ventrikel kiri juga menyebabkan cardiac output

Nilai normal Interpretasi Mekanisme

menurun. Sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke sel tubuh pun berkurang. Untuk mempertahankan homeostasis tubuh melakukan upaya salah satunya dengan meningkatkan aktivasi saraf simpatis melalui peningkatan kadar katekolamin agar jantung dapat memompa dengan lebih kuat dan frekuensi denyut jantungnya meningkat. meningkat dan denyut nadi pun ikut meningkat. Akibatnya heart rate akan

Pallor
19

Interpretasi Mekanisme

: abnormal : Akibat dari cardiac output yang menurun menyebabkan aliran darah ke sirkulasi

pun berkurang. Begitu pula dengan aliran darah di daerah perifer. Hal inilah yang memperlihatkan tanda berupa pucat.

Diaphoresis : abnormal : Gangguan kontraksi pada ventrikel kiri juga menyebabkan cardiac output

Interpretasi Mekanisme

menurun. Sehingga suplai oksigen dan nutrisi ke sel tubuh pun berkurang. Untuk mempertahankan homeostasis tubuh melakukan upaya salah satunya dengan meningkatkan aktivasi saraf simpatis agar jantung dapat memompa dengan lebih kuat. Selain berdampak pada jantung juga menyebabkan produksi kelenjar keringat berlebihan (diaphoresis).

Muffle heart sounds : abnormal : Peningkatan lemak berlebihan pada cavitas thorax akan menimbulkan muffle

Interpretasi Mekanisme

heart sound ini. Ada juga 3-5 hari setelah infark dapat mengakibatkan rupture myocardial. Adanya rupture ini dapat menyebabkan akumulasi cairan di pericardium. Sehingga terdengar lah muffle heart sound. Namun mungkin akumulasi cairan di pericardium belum terlau banyak sehingga pada foto rontgen ratio jantung dan rongga dada masih terlihat normal.

Basal rales : abnormal : Rales atau cracles bisa muncul akibat dari adanya akumulasi cairan di rongga

Interpretasi Mekanisme

alveolus. Karena penumpukan cairan terjadi di daerah basal akibatnya saat auskultasi akan terdengar bunyi rales di bagian basal.

5. Pemeriksaan laboratorium a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan laboratorium? Jawaban: Pemeriksaan Man Normal
20

Kesimpulan

Hb WBC Diff count

14 g/dl 9800/mm3 0/2/5/65/22/6

13-16 g/dl 5000-10000/mm3 Basofil Eosinofil N.Batang N.Segmen Limfosit Monosit

Normal Normal

(0-1%) Normal (1-3%) (2-6%) (50-70%) (20-40%) (2-8%)

ESR

20 mm3

0-10mm/jam

Tinngi

karena

hiperkolesterolemia, merokok pertambahan dan usia

viskositas darah meningkat Platelet Total Colesterol LDL HDL Trigliserid BG CK NAC CK MB Troponin I 214.000/mm3 345 mg/dl 194 mg/dl 38 mg/dl 180 mg/dl 155 mg/dl 373 U/L 67 U/L 0,2 ng/ml 200.000-400.000/mm3 150-250mg/dl <150mg/dl >65mg/dl <150mg/dl <124mg/dl 30-180 U/L <25 U/L 0-0,1 ng/ml Normal Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

CK MB meningkat Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot, miokardium dan otak.

Terdapat 3 jenis isoenzim kreatin kinase dan diberi label M (muskulus) dan B (brain).

21

Peningkatan kadar enzim dalam serum menjadi indikator terpercaya adanya kerusakan pada jantung. Selama lebih dari 20 tahun, standard emas untuk mendeteksi IMA adalah pengukuran creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB) dalam serum.7,8 Peningkatan maupun penurunan CKMB serial sangat berkaitan dengan IMA.8,9 Tetapi petanda enzim ini tidak kardiospesifik, dapat meningkat pada trauma otot, tidak cukup sensitif untuk memprediksi IMA pada 0-4 jam setelah nyeri dada dan tidak mendeteksi jejas pada pasien dengan onset IMA yang lama.7 Di samping itu CK-MB juga tidak bisa mendeteksi adanya jejas miokard yang kecil, yang berisiko tinggi untuk IMA dan kematian jantung mendadak.5 Meningkat 3-12 jam setelah infark, menurun pada 12-24 jam dan kembali normal pada 23 hari setelah infark.

Troponin I meningkat Troponin merupakan serat protein tipis yang memegang peranan dalam kontraksi otot

bersama dengan aktin dan tropomiosin. Ada tiga tipe Troponin yaitu I, T dan C yang terdapat pada segala jenis otot. Sedangkan untuk otot jantung terdapat Troponin I dan T, dimana keduanya ini dapat dijadikan sebagai penanda apabila terjadinya kerusakan otot jantung yang selanjutnya dikenal dengan cTnI dan cTnT. Jika terjadi kerusakan otot jantung, troponin banyak dilepaskan ke dalam darah dan dapat diukur pada sirkulasi perifer sehingga troponin ini dapat digunakan sebagai marker. Troponin I hanya petanda terhadap jejas miokard, tidak ditemukan pada otot skeletal selama ini, setelah trauma atau regenerasi otot skeletal. Troponin I sangat spesifik terhadap jaringan miokard, tidak terdeteksi dalam darah orang sehat dan menunjukkan peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan IMA.Troponin I lebih banyak didapatkan pada otot jantung daripada CKMB dan sangat akurat dalam mendeteksi kerusakan jantung. Troponin I meningkat pada kondisi-kondisi seperti myokarditis, kontusio kardiak dan setelah pembedahan jantung. AdanyacTnI dalam serum menunjukkan telah terjadi kerusakan miokard. Troponin I mulai meningkat 3 sampai 5 jam setelah jejas miokard, mencapai puncak
22

pada 14 sampai 18jam dan tetap meningkat selama 5 sampai 7 hari. Troponin I mempunyai sensitivitas 100% pada 6 jam setelah IMA. Troponin I adalah petanda biokimia IMA yang ideal oleh karena sensitivitas dan spesifisitasnya serta mempunyai nilai prognostikpada otot skeletal, trauma otot skeletal, penyakit ginjal atau pembedahan.3,13 Spesifisitas cTnI terutama sangat membantu dalam mendiagnosis pasien dengan problem fisik yang kompleks. Kekurangan cTnI adalah lama dalam serum, sehingga dapat menyulitkan adanya re-infark. Tetapi dari sudut lain adanya peningkatan yang lama ini, berguna untuk mendeteksi infark miokard jika pasien masuk rumah sakit beberapa hari setelah onset nyeri dada menggantikan peran isoenzim LDH Penanda Biokimia Cedera Sel Jantung. Nilainya akan meningkat 2-8 jam setelah serangan infark , menurun setelah 12-96 jam dan kembali normal dalam waktu 14 hari setelah infark.

CK-NAC (N-acetyl-cysteine stabilized) 200 U/L Creatine kinase pada perempuan : 96 140 U/L; laki-laki : 38 -174 U/L Interpretasi : Peningkatan Mengalami peningkatan pada Heart attack skeletal muscle injury, multiple trauma, muscle cramps, arterial embolism, muscular

dystrophy, inflammatory muscle diseases, hypothyroidism. Other diseases:

Liver, pancreas, stomach, colon diseases, malignant diseases Creatine kinase dilepaskan saat terjadi cedera otot, memiliki tiga fraksi isoenzim yaitu CK-MM (dalam otot skeletal), CK-MB (paling banyak terdapat dalam miokardium), CK-BB (dalam jaringan otak biasanya tidak ada dalam serum). 6. Pemeriksaan tambahan a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas pemeriksaan tambahan? Jawaban: Indikasi Chest X-ray: Nilai normal Hasil pemeriksaan Interpretasi Normal Keterangan An increased cardiac

The heart size CTR < 50%


23

cor: CTR < 50%


The cardiothoracic ratio (CTR) is the ratio of the transverse diameter of the heart to the internal diameter of the chest at its widest point just above the dome of the diaphragm as measured on a PA chest film.

is considered too large when the CTR is > 50% on a PA chest x-ray.

silhouette is almost always the result of cardiomegaly, but occasionally it is due to pericardial effusion or even fat deposition. Tidak terjadi kardiomegaly

Lungs: bronchovascular ECG: sinus rhythm normal axis HR: 117 bpm 60-100 bpm

Normal

Normal

Normal Normal 117 Takikardi Baroreseptor unloading (if hypotension is present) may trigger sympathetic respons. Systemic sign of subsequent catecholamine release include diaphoresis, takikardi and cool and clummy skin caused by vasoconstriction.

Regular Normal Q wave ST elevaton in ST elevasi


24

Normal Normal Abnormal ST segment elevation

lead V1-V4

signifies myocardial injury. Injury probably reflects a degree of cellular damage beyond that of mere ischemia, but it, too, is potentially reversible, and in some cases, the ST segments may rapidly return to normal. In most instances, however, ST segment elevation is a reliable sign that true infarction has occurred and that the complete electrocardiographic picture of infarction will evolve unless there is immediate and aggressive therapeutic intervention.

ST depression in lead II, III, Avf

ST depresi

Abnormal

Chest X-ray Cor: CTR < 50 %, normal shape Normal, CTR < 50% menunjukkan tidak terjadi Kardiomegali (pembesaran jantung) dan normal shape menunjukkan tidak terjadi

pembesaran/pengecilan dari bagian-bagian jantung.

25

Lungs: bronchovascular pattern normal Normal, bronchovascular pattern merupakan gambaran pembuluh darah di sekitar bronkus EKG Sinus rhythm Normal, masih terdapat kompleks QRS pada EKG. Normal axis Normal, tidak terjadi deviasi. Axis jantung masih dalam rentang -30O 105O. HR : 117 bpm, regular Sinus Takikardi, jarak antar R-R memendek dan teratur. Sinus Takikardi terjadi karena proses kompensasi menurunnya Cardiac Output akibat infark miokard ini. Normal Q wave Normal, jika memanjang artinya terjadi infark miokard yang lama. Pada kasus STEMI, normal Q wave dengan ST elevasi terjadi jika infark baru berjalan 1-8 jam. ST elevation in lead V1-V4 telah terjadi infark miokard pada jantung bagian anterior yang diperdarahi oleh arteri koronari left anterior descendens (LAD). ST depression in lead II, III, aVF baru terjadi iskemik pada jantung bagian inferior yang diperdarahi oleh arteri koronari dextra.

7. a. Penegakan diagnosis Jawaban: Diagnosis IMA dengan ST elevasi ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST2mm minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis. 1. Anamnesis Pasien dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dada nya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dadanya berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat jantung koroner pada keluarga. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien infark miokard akut. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
26

1. 2.

Lokasi = substernal, retrosternal, dan prekordial Sifat nyeri = rasa sakit, seperti ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas,

dipelintir. 3. Penjalaran = biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung,

perut, dan dapat juga ke lengan kanan. 4. 5. 6. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. Faktor pencetus = latihan fisik, stres, udara dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai = mual muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemas. Diagnosis banding nyeri dada STEMI: perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal. 2. Pemeriksaan Fisik Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa beristirahat / gelisah. Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan hipotensi). Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38oC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI. 3. Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus segera dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang diduga STEMI dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi psien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien simtomatik dan terdapat kecurigaan STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. 4. Laboratorium

27

Peemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga kan diikuti peningkatan CK MB. Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard) CK MB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam

10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard

dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang lain: mioglobin: dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Creatin kinase: meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak

dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Lactic dehydrogenase( LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard,

mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.

b. Differential Diagnosis Jawaban: DD Infark Angina Angina Diseksi Perikarditis Prolaps Emboli akut Katup Mitral pulmonal

Miokard Pektoris Pektoris Aorta Akut Stabil non stabil >45 tahun, + Laki laki Nyeri dada + berat menyebar Akut Merokok + + + +
28

+ +

+ -

+ +

Pucat Kulit dingin dan berkeringat Nadi Lemah

+ +

+ +

+/+/-

+ +

+ +

+/-

+/-

c. WD Jawaban: Acute Coronary Syndrome. d. Etiologi Jawaban: Etiologi Sindrom Koroner Akut antara lain: Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak

aterosklerosis. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner

epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus, terjadi pada sejumlah

pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI). Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Adanya

makrofag, dan limfosit T meningkatkan sekresi metalloproteinase, sehingga terjadi penipisan dan ruptur plak Keadaan/factor pencetus: a. b. c. kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis aliran darah koroner pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia

29

e. Patofisiologi Jawaban: STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi vaskuler, di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin, epinefrin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam amino pada protein adesi yang larut (integrin) seperti vWF dan fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
30

f. Tatalaksana Jawaban: Tatalaksana awal 1. Tatalaksana pra rumah sakit

Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis, segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi, transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih, melakukan terapi reperfusi. 2. Tatalaksana di ruang emergensi

Mengurangi.menghilangkan nyeri dada Tatalaksan umum 1. Oksigen

Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. 2. Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi ini dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan, nitrat juga dihindari pada pasien yang menggunakan posfodiesterase 5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat. 3. Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Efek samping pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan

31

efek vagotonik yang menyebabkan bradikardi atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya diatasi dengan atropin 0,5mg IV. 4. Aspirin

Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi, dilanjutkan oral dengan dosis 75-162mg. 5. Penyekat beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada. Metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis dengan syarat frekuensi jantung >60menit tekanan darah sistolik>100mmHg interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diafragma. 6. Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien dengan STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikuler yang maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. 7. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 1016% menjadi 0,25,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
32

gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 4060% inhibisi dicapai dalam 37 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix). Percutaneous Coronary Intervention (PCI) Intervensi koroner perkutan biasanya angioplasti atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik. Reperfusi Farmakologis Fibrinolisis Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (Tpa), streptokinase, tenekteplase, dan reteplase. Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Idealmya diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time) Tatalaksana di Rumah Sakit ICCU Aktivitas = pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet = karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Bowels Sedasi = pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode

inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, diberikan 3 atau 4 kali sehari. Terapi Farmakologis 1. 2. 3. Anti trombotik Beta blocker Ace inhibitor

33

B.

Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam

pengawasan ketat di ICU a. Trombolitik Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat trombolitik bermanfaat. Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (tPA) telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Indikasi : Umur < 70 tahun Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat. Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan EKG Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen activator complex (ASPAC). Yang terdapat di Indonesia hanya streptokinase dan r-TPA. R-TPA ini bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Kontraindikasi : - Perdarahan aktif organ dalam - Perkiraan diseksi aorta - Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik - Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial - Diabetic hemorrhage retinopathy - Kehamilan - TD > 200/120 mmHg

34

- Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan b. Antikoagulan dan antiplatelet Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko untuk terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah. Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan dengan infark. Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.000-40.000 unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat efek, dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung sebelumnya. Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT (Activated Partial Thromboplastin Time). Komplikasi perdarahan umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara intermiten.

g. Epidemiologi Jawaban: Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan menunjukkan, penyakit jantung memberikan kontribusi sebesar 19,8 % dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993.Angka tersebut meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998 Hasil SKRT tahun 2001, PJK telah menempati urutan pertama dalam deretan penyebab utama kematian di Indonesia. Angka kejadian CAD (Coronary Artery Disease) lebih banyak di beberapa negara barat. Di negara berkembang, kecenderungan kejadian meningkat. Di Indonesia, CAD adalah penyakit tersering ketiga setelah penyakit infeksi dan TBC. Di indonesia CAD menyerang paling banyak populasi mulai dari kelas bawah, menengah hingga atas, dan relatif lebih muda di bawah 40 tahun. Tidak ada pengecualian pada wanita.

h. Manifestasi Klinis Jawaban: Ialah nyeri dada seperti diremas, ditekan, ditusuk, panas(terbakar) atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya lengan kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke
35

punggung dan epigastrium. Nyeri dapat disertai perasaan mual-muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pada pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat, takikardi, dan bunyi jantung III (jika disertai gagal jantung kongestif). Distensi vena jugularis umumnya terdapat pada infark ventrikel kanan.

i. Komplikasi Jawaban: 1. 2. 3. 4. 5. Disfungsi ventrikular Gangguan hemodinamik Syok kardiogenik Infark ventrikel kanan Aritmia pasca STEMI

Angina pektoris tidak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukkan rangsang, perikarditis, sindrom Dresler, emboli paru. j. Prognosis Jawaban: Ada beberapa Faktor penting yang menentukan indeks prognosis selain usia,TD sistolik, denyut jantung, yaitu potensi terjadinya aritmia yang gawat, potensi serangan iskemia lebih jauh, motalitas lokasi infark dan potensi pemburukan gangguan hemodinamik. Lokasi infark : Infark inferior terbatas memiliki tingkat mortalitas 30 hari dan 12 bulan masing masing sebesar 4,5% dan 6,7% Sementara infark anterior dengan elevasi segmen ST luas dan blok cabang serabut memiliki mortalitas masing masing 19,6 % dan 25,6%. Gangguan Hemodinamik (Kilip) : Kilip 1 : patient free of rales or S3, mayoritas pasien (85%) tidak memiliki bukti gagal jantung. Proporsi pasien 40-50%, mortalitas 6. Kilip II : rales <50%, S3 dan ronki bibasal, 10%. Proporsi pasien: 30-40%, mortalitas 17. Kilip III : rales >50%, edema paru jelas.Proporsi 10-15%, mortalitas 30-40.
36

Kilip IV : Cardiogenic shock. Proporsi 5-10%, mortalitas 60-80. Jadi berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang Tn ini mengalami STEMI anterior kilip II, tingkat kehidupan atau kesembuhannya cukup besar tergantung penanganan dan tatalaksana Sebagian besar penderita yang bertahan hidup selama beberapa hari setelah serangan jantung dapat mengalami kesembuhan total; tetapi sekitar 10% meninggal dalam waktu 1 tahun. Kematian terjadi dalam waktu 3-4 bulan pertama, terutama pada penderita yang kembali mengalami angina, aritmia ventrikuler dan gagal jantung. k. Pencegahan Jawaban: Pencegahan dapat di bagi menjadi pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan pada individu yang belum pernah mengalami STEMI atau penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan sindrom koroner akut, sedangkan pencegahan sekunder adalah pencegahan pada individu yang sudah pernah mengalami STEMI atau penyakit lain yang berhubungan dengan sindrom koroner akut bertujuan untuk mencegah terjadinya pengulangan penyakit. Pencegahan primer adalah dengan mengurangi semua faktor resiko (dapat diubah) yang dapat menyebabkan okulsi pada arteti koroner. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan memperbaiki gaya hidup seperti memakan makanan yang sehat jantung, rendah lemak, tinggi serat dengan kalori yang cukup dan tidak berlebihan. Memperbanyak olah raga, olah raga yang dianjurkan adalah sekitar 30-60 menit sehari dan dilakukan sebanyak 4-5 kali dalam seminggu. Selain itu apabila individu menderita hipertensi, dislipidemia, atau diabetes, sebaiknya individu tersebut segera melakukan pengobatan dan menjalankan pengobatannya secara baik dan benar. Pada individu dengan obesitas sebaiknya dilakukan penurunan berat badan hingga mencaapi berat badan yang ideal dengan cara bertahap, dengan penurunan berat badan sekitar 0,5 -1 kg setiap minggu nya. Selain itu, apabila memugkinkan, sebaiknya dilakukan medical Check-up secara rutin. Pencegahan sekunder dilakukan pada individu yang sudah pernah mengalami STEMI atau penyakit lain yang berhubungan dengan sindrom koroner akut. Pencegahan ini dilakukan diantaranya dengan mengkonsumsi obat anti-platelets jangka panjang, ACE inhibitor, ARB, blocker, atau warfarin.
37

l. KDU Jawaban: Tingkat Kemampuan 3B Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat)

V. Hipotesis Tn. Saman, 48 tahun, mengalami STEMI anterior dan NSTEMI inferior et causa sumbatan arteriae coronaria dan killif II.

VI. Keterkaitan AntarMasalah Faktor Risiko Sumbatan Arteri Koronaria

Arteri Koronaria dekstra

Arteri Desendens Anterior Sinistra

NSTEMI Inferior

STEMI anterior

Gejala-gejala VII. Learning Issues 1. Miokard Infark Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
38

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005). Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah (Oemar, 1996). Anatomi pembuluh darah jantung dapat dilihat pada gambar.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain: 1. . Infark miokard tipe 1: Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi. 2. Infark miokard tipe 2: Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.

39

3. Infark miokard tipe 3: Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat. 4. Infark miokard tipe 4a: Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard. 5. Infark miokard tipe 4b: Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis. 6. Infark miokard tipe 5: Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006). Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005). Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
40

vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006). Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan. Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006). Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006). Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004). PATOLOGI Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
41

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006). Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price, 2006). Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005). Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005). Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
42

menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005). Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001). Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn, 2005).

GEJALA KLINIS Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996). Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi
43

yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005). Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996). Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).

DIAGNOSIS Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu 1. Adanya nyeri dada: Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa. 2. Perubahan elektrokardiografi (EKG): Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005). 3. Peningkatan petanda biokimia.: Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut
44

antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).

EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996). Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi (Chou, 1996). Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi (Chou, 1996).

45

Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel

1.Septal ---> ST segmen elevasi di lead V1 dan V2,

46

2.Anterior ---> ST segmen elevasi di lead V1 sampai V4, reciprocal dengan di tandai ST segment depresi di lead II,III, aVF.

3.Anterolateral (ektensif) ---> ST segmen elevasi di lead V1 s/d V6, lead I dan aVL, reciprocal dengan ditandai ST segmen depresi di lead II, III, aVF .4.Lateral ---> ST segmen elevasi di lead V5 & V6, lead I & aVL.

5. Inferior ---> ST segmen di lead II, III, aVF, reciprocal dengan ditandai ST segmen depresi di lateral.

47

Posterior ---> ST segmen di lead V8 & V9

Ventrikel kanan ---> ST segmen elevasi di lead V1, V2R, V3R, V4R, reciprocal dengan ditandai ST depresi di lead inferior. Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria us ia40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).
48

Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST 0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010).

49

Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal komposisi imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik (Tarigan, 2003).

Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang merupakan prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah (Rottbauer, 1996). Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya cTnT yang berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutukan waktu lebih lama (Antman, 2002). Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT pada infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas
50

dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang terikat pada miofibril. Oleh sebab itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya (Tarigan, 2003). Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel ke dalam interstisium yang mungkin disebabkan rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intrasel disebabkan proses glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat. Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadarnya turun (Tarigan, 2003). Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari (Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar 0.03 g/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009).

2. Acute Coronary Syndrome Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA) Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan

kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).
51

Epidemiologi The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan oleh Alkatiri7 diempat rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.7 Faktor resiko Sindroma koroner akut Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis (Braunwald, 2007). Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan Lipoprotein(a) (Santoso, 2005). Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007). Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).
52

Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori . SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan pasien usia muda dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda (Wiliam, 2007).

Penyakit Yang Termasuk Dalam SKA Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007). PATOFISIOLOGI Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow.Antara lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu. Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah. Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus komplet/oklusif. Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark jantung akut tanpa elevasi segmen ST.

Angina Pektoris Tak Stabil Definisi Angina Pektoris Tak Stabil Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium

yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina pektoris: angina
53

pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil. Pada pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007). Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).

Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena angina pek toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).

Patogenesis Penyakit 1. Ruptur plak Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelunya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadangkadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap). Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark

54

dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi, 2006).

2. Trombosis dan agregasi trombosit Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).

3. Vasospasme Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi, 2006).

4. Erosi pada plak tanpa ruptur Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006). Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik sering kali tidak ada yang khas.

55

Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI) Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat

iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju (Kumar, 2007).

Epidemiologi STEMI Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007). Patofisiologi STEMI STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF)
56

dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi. Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).

Diagnosis Dan Pemeriksaan Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006). Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006). Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006). Penatalaksanaan STEMI Tatalaksana di rumah sakit

57

ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium. Bowels, istirahat di tempat tidur. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006). Terapi farmakologis Fibrinolitik Antitrombotik Inhibitor ACE Beta-Blocker

Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI) Epidemiologi NSTEMI Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala

yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI menurun (Sjaharuddin, 2006).

Patofisiologi NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel
58

makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF , dan IL-6. selanjutnya IL-6 kan merangsang pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2006).

Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di sukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada pasien

dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat menetap sampai 2 minggu (Sjaharuddin, 2006).

Penatalaksanaan NSTEMI Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu: Terapi antiiskemia Terapi anti platelet/antikoagulan Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi) Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.

Komplikasi Sindroma Koroner Akut 1. Syok Kardiogenik 2. Aritmia Malignant 3. Gagal Jantung
59

4. Mechanical ruptur, MR akut, VSD 5. Gangguan Hantaran

3. Elektrokardiogram (Pada umumnya dan khusus ACS) Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. Namanya terdiri atas sejumlah bagian yang berbeda: elektro, karena berkaitan dengan elektronika, kardio, kata Yunani untuk jantung, gram, sebuah akar Yunani yang berarti "menulis". Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan informasi diagnostik yang penting.

Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot jantung akut

EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemia dan hipokalemia) EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang berkas kanan dan kiri)[

EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (mis. emboli paru atau hipotermia) Elektrokardiogram tidak menilai kontraktilitas jantung secara langsung. Namun, EKG

dapat memberikan indikasi menyeluruh atas naik-turunnya suatu kontraktilitas.[6] Kertas perekam EKG

60

Kertas perekam EKG Sebuah elektrokardiograf khusus berjalan di atas kertas dengan kecepatan 25 mm/s, meskipun kecepatan yang di atas daripada itu sering digunakan. Setiap kotak kecil kertas EKG berukuran 1 mm. Dengan kecepatan 25 mm/s, 1 kotak kecil kertas EKG sama dengan 0,04 s (40 ms). 5 kotak kecil menyusun 1 kotak besar, yang sama dengan 0,20 s (200 ms). Karena itu, ada 5 kotak besar per detik. 12 sadapan EKG berkualitas diagnostik dikalibrasikan sebesar 10 mm/mV, jadi 1 mm sama dengan 0,1 mV. Sinyal "kalibrasi" harus dimasukkan dalam tiap rekaman. Sinyal standar 1 mV harus menggerakkan jarum 1 cm secara vertikal, yakni 2 kotak besar di kertas EKG. Seleksi saring Monitor EKG modern memiliki banyak penyaring untuk pemrosesan sinyal. Yang paling umum adalah mode monitor dan mode diagnostik. Dalam mode monitor, penyaring berfrekuensi rendah (juga disebut penyaring bernilai tinggi karena sinyal di atas ambang batas bisa lewat) diatur baik pada 0,5 Hz maupun 1 Hz dan penyaring berfrekuensi tinggi (juga disebut penyaring bernilai rendahkarena sinyal di bawah ambang batas bisa lewat) diatur pada 40 Hz. Hal ini membatasi EKG untuk pemonitoran irama jantung rutin. Penyaring bernilai tinggi membantu mengurangi garis dasar yang menyimpang dan penyaring bernilai rendah membantu mengurangi bising saluran listrik 50 atau 60 Hz (frekuensi jaringan saluran listrik berbeda antara 50 dan 60 Hz di sejumlah negara). Dalam mode diagnostik, penyaring bernilai tinggi dipasang pada 0,05 Hz, yang memungkinkan segmen ST yang akurat direkam. Penyaring bernilai rendah diatur pada 40, 100, atau 150 Hz. Sebagai akibatnya, tampilan EKG mode monitor banyak tersaring daripada mode diagnostik, karena bandpassnya lebih sempit.[13] Sadapan

61

Grafik yang menunjukkan hubungan antara elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik), dan kompleks yang ditampilkan di EKG. Kata sadapan memiliki 2 arti pada elektrokardiografi: bisa merujuk ke kabel yang menghubungkan sebuah elektrode ke elektrokardiograf, atau (yang lebih umum) ke gabungan elektrode yang membentuk garis khayalan pada badan di mana sinyal listrik diukur. Lalu, istilah benda sadap longgar menggunakan arti lama, sedangkan istilah 12 sadapan

EKG menggunakan arti yang baru. Nyatanya, sebuah elektrokardiograf 12 sadapan biasanya hanya menggunakan 10 kabel/elektrode. Definisi terakhir sadapan inilah yang digunakan di sini. Sebuah elektrokardiogram diperoleh dengan menggunakan potensial listrik antara sejumlah titik tubuh menggunakan penguat instrumentasi biomedis. Sebuah sadapan mencatat sinyal listrik jantung dari gabungan khusus elektrode rekam yang itempatkan di titik-titik tertentu tubuh pasien.

Saat bergerak ke arah elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) menciptakan defleksi positif di EKG di sadapan yang berhubungan.

Saat bergerak dari elektrode positif, muka gelombang depolarisasi menciptakan defleksi negatif pada EKG di sadapan yang berhubungan.

Saat bergerak tegak lurus ke elektrode positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) menciptakan kompleksequifasik (atau isoelektrik) di EKG, yang akan bernilai positif saat muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik) mendekati (A), dan kemudian menjadi negatif saat melintas dekat (B). Ada 2 jenis sadapanunipolar dan bipolar. EKG lama memiliki elektrode tak berbeda di

tengah segitiga Einthoven (yang bisa diserupakan dengan netral stop kontak dinding) di potensial nol. Arah sadapan-sadapan ini berasal dari tengah jantung yang mengarah ke luar secara radial dan termasuk sadapan (dada) prekordial dan sadapan ekstremitasVL, VR, & VF. Sebaliknya, EKG baru memiliki kedua elektrode itu di beberapa potensial dan arah elektrode yang berhubungan berasal dari elektrode di potensial yang lebih rendah ke tinggi, mis., di sadapan ekstremitas I, arahnya dari kiri ke kanan, yang termasuk sadapan ekstremitas --I, II, dan III. Catat bahwa skema warna untuk sadapan berbeda antarnegara.
62

Sadapan ekstremitas

Sadapan I

Sadapan II Sadapan I, II dan III disebut sadapan ekstremitas karena pernah pokoq elektrokardiogafi benar-benar harus menempatkan tangan dan kaki mereka di ember air asin untuk mendapatkan sinyal dari galvanometer senarEinthoven. EKG seperti itu membentuk dasar yang kini dikenal sebagai segitiga Einthoven.[2] Akhirnya, elektrode ditemukan sehingga dapat ditempatkan secara langsung di kulit pasien. Meskipun ember air asin sebentar saja diperlukannya, elektrodeelektrode itu masih ditempatkan di lengan dan kaki pasien untuk mengira-ngirakan sinyal yang diperoleh dari ember air asin itu. Elektrode-elektrode itu masih menjadi 3 sadapan pertama EKG 12 sadapan modern.

Sadapan I adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan elektrode positif (hitam) di lengan kiri.

Sadapan II adalah dipol dengan elektrode negatif (putih) di lengan kanan dan elektrode positif (merah) di kaki kiri.

Sadapan III adalah dipol dengan elektrode negatif (hitam) di lengan kiri dan elektrode positif (merah) di kaki kiri.

Sadapan ekstremitas tambahan Sadapan aVR, aVL, dan aVF merupakan sadapan ekstremitas tambahan, yang diperoleh dari elektrode yang sama sebagai sadapan I, II, dan III. Namun, ketiga sadapan itu memandang jantung dari sudut (atau vektor) yang berbeda karena elektrode negatif untuk sadapan itu merupakan modifikasi terminal sentral Wilson, yang diperoleh dengan menambahkan sadapan I, II, dan III bersama dan memasangnya ke terminal negatif mesin EKG. Hal ini membidik elektrode negatif dan memungkinkan elektrode positif untuk menjadi "elektrode penjelajah" atau sadapan unipolar.
63

Hal

ini

mungkin

karena Hukum

Einthoven menyatakan bahwa I + (-II) + III = 0. Persamaan itu juga bisa ditulis I + III = II. Ditulis dengan cara ini (daripada I + II + III = 0) karena Einthoven membalik polaritas sadapan II di segitiga Einthoven, mungkin karena ia suka melihat kompleks QRS tegak lurus. Terminal sentral Wilson meratakan jalan untuk perkembangan sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, aVF dan sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6.

Sadapan aVR atau "vektor tambahan kanan" memiliki elektrode positif (putih) di lengan kanan. Elektrode negatif merupakan gabungan elektrode lengan kiri (hitam) dan elektrode kaki kiri (merah), yang "menambah" kekuatan sinyal elektrode positif di lengan kanan.

Sadapan aVL atau "vektor tambahan kiri" mempunyai elektrode positif (hitam) di lengan kiri. Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan elektrode kaki kiri (merah), yang "menambah" kekuatan sinyal elektrode positif di lengan kiri.

Sadapan aVF atau "vektor tambahan kaki" mempunyai elektrode positif (merah) di kaki kiri. Elektrode negatif adalah gabungan elektrode lengan kanan (putih) dan elektrode lengan kiri (hitam), yang "menambah" sinyal elektrode positif di kaki kiri. Sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF diperkuat dengan cara ini karena

sinyal itu terlalu kecil untuk berguna karena elektrode negatifnya adalah terminal sentral Wilson. Bersama dengan sadapan I, II, dan III, sadapan ekstremitas tambahan aVR, aVL, dan aVF membentuk dasar sistem rujukan heksaksial, yang digunakan untuk menghitung sumbu kelistrikan jantung dibidang frontal. Sadapan prekordial

Penempatan sadapan prekordial yang benar.


64

Sadapan prekordial V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 ditempatkan secara langsung di dada. Karena terletak dekat jantung, 6 sadapan itu tak memerlukan augmentasi. Terminal sentral Wilson digunakan untuk elektrode negatif, dan sadapan-sadapan tersebut dianggapunipolar. Sadapan prekordial memandang aktivitas jantung di bidang horizontal. Sumbu kelistrikan jantung di bidang horizontal disebut sebagai sumbu Z. Sadapan V1, V2, dan V3 disebut sebagai sadapan prekordial kanan sedangkan V4, V5, dan V6 disebut sebagai sadapan prekordial kiri. Kompleks QRS negatif di sadapan V1 dan positif di sadapan V6. Kompleks QRS harus menunjukkan peralihan bertahap dari negatif ke positif antara sadapan V2 dan V4. Sadapan ekuifasik itu disebut sebagai sadapan transisi. Saat terjadi lebih awal daripada sadapan V3, peralihan ini disebut sebagai peralihan awal. Saat terjadi setelah sadapan V3, peralihan ini disebut sebagai peralihan akhir. Harus ada pertambahan bertahap pada amplitudo gelombang R antara sadapan V1 dan V4. Ini dikenal sebagai progresi gelombang R. Progresi gelombang R yang kecil bukanlah penemuan yang spesifik, karena dapat disebabkan oleh sejumlah abnormalitas konduksi, infark otot jantung, kardiomiopati, dan keadaan patologis lainnya.

Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum. Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum. Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4. Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks berpindah). Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior. Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea midaxillaris.

Sadapan dasar Sebuah elektrode tambahan (biasanya hijau) terdapat di EKG 4 dan 12 sadapan modern, yang disebut sebagai sadapan dasar yang menurut kesepakatan ditempatkan di kaki kiri, meski secara teoretis dapat ditempatkan di manapun pada tubuh. Dengan EKG 3 sadapan, saat 1 dipol dipandang, sisanya menjadi sadapan dasar bila tiada. Gelombang dan interval

65

Gambaran skematik EKG normal Sebuah EKG yang khas melacak detak jantung normal (atau siklus jantung) terdiri atas 1 gelombang P, 1 kompleks QRS dan 1 gelombang T. Sebuah gelombang U kecil normalnya terlihat pada 50-75% di EKG. Voltase garis dasar elektrokardiogram dikenal sebagaigaris isoelektrik. Khasnya, garis isoelektrik diukur sebagai porsi pelacakan menyusul gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya. Analisis irama Ada beberapa aturan dasar yang dapat diikuti untuk mengenali irama jantung pasien. Bagaimana denyutannya? Teratur atau tidak? Adakah gelombang P? Adakah kompleks QRS? Adakah perbandingan 1:1 antara gelombang P dan kompleks QRS? Konstankah interval PR? Gelombang P Selama depolarisasi atrium normal, vektor listrik utama diarahkan dari nodus SA ke nodus AV, dan menyebar dari atrium kanan ke atriumkiri. Vektor ini berubah ke gelombang P di EKG, yang tegak pada sadapan II, III, dan aVF (karena aktivitas kelistrikan umum sedang menuju elektrode positif di sadapan-sadapan itu), dan membalik di sadapan aVR (karena vektor ini sedang berlalu dari elektrode positif untuk sadapan itu). Sebuah gelombang P harus tegak di sadapan II dan aVF dan terbalik di sadapan aVR untuk menandakan irama jantung sebagai Irama Sinus.

Hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS membantu membedakan sejumlah aritmia jantung.

Bentuk dan durasi gelombang P dapat menandakan pembesaran atrium.

Interval PR
66

Interval PR diukur dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS, yang biasanya panjangnya 120-200 ms. Pada pencatatan EKG, ini berhubungan dengan 3-5 kotak kecil.

Interval PR lebih dari 200 ms dapat menandakan blok jantung tingkat pertama. Interval PR yang pendek dapat menandakan sindrom pra-eksitasi melalui jalur

tambahan yang menimbulkan pengaktifan awal ventrikel, seperti yang terlihat di Sindrom Wolff-Parkinson-White.

Interval PR yang bervariasi dapat menandakan jenis lain blok jantung. Depresi segmen PR dapat menandakan lesi atrium atau perikarditis. Morfologi gelombang P yang bervariasi pada sadapan EKG tunggal dapat menandakan irama pacemaker ektopik seperti pacemaker yang menyimpang maupun takikardi atrium multifokus

Kompleks QRS

Sejumlah kompleks QRS beserta tatanamanya. Lihat juga: Sistem konduksi listrik jantung Kompleks QRS adalah struktur EKG yang berhubungan dengan depolarisasi ventrikel. Karena ventrikel mengandung lebih banyak massa otot daripada atrium, kompleks QRS lebih besar daripada gelombang P. Di samping itu, karena sistem His/Purkinjemengkoordinasikan depolarisasi ventrikel, kompleks QRS cenderung memandang "tegak" daripada membundar karena pertambahan kecepatan konduksi. Kompleks QRS yang normal berdurasi 0,06-0.10 s (60-

67

100 ms) yang ditunjukkan dengan 3 kotak kecil atau kurang, namun setiap ketidaknormalan konduksi bisa lebih panjang, dan menyebabkan perluasan kompleks QRS. Tak setiap kompleks QRS memuat gelombang Q, gelombang R, dan gelombang S. Menurut aturan, setiap kombinasi gelombang-gelombang itu dapat disebut sebagai kompleks QRS. Namun, penafsiran sesungguhnya pada EKG yang sulit memerlukan penamaan yang pasti pada sejumlah gelombang. Beberapa penulis menggunakan huruf kecil dan besar, bergantung pada ukuran relatif setiap gelombang. Sebagai contoh, sebuah kompleks Rs akan menunjukkan defleksi positif, sedangkan kompleks rS akan menunjukkan defleksi negatif. Jika kedua kompleks itu dinamai RS, takkan mungkin untuk menilai perbedaan ini tanpa melihat EKG yang sesungguhnya.

Durasi, amplitudo, dan morfologi kompleks QRS berguna untuk mendiagnosis aritmia

jantung, abnormalitas konduksi, hipertrofi ventrikel, infark otot jantung, gangguan elektrolit, dan keadaan sakit lainnya.

Gelombang Q bisa normal (fisiologis) atau patologis. Bila ada, gelombang Q yang

normal menggambarkan depolarisasi septum interventriculare. Atas alasan ini, ini dapat disebut sebagai gelombang Q septum dan dapat dinilai di sadapan lateral I, aVL, V5 dan V6.

Gelombang Q lebih besar daripada 1/3 tinggi gelombang R, berdurasi lebih besar

daripada 0,04 s (40 ms), atau di sadapan prekordial kanan dianggap tidak normal, dan mungkin menggambarkan infark miokardium.

Segmen ST Segmen ST menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T serta berdurasi 0,08-0,12 s (80-120 ms). Segmen ini bermula di titik J(persimpangan antara kompleks QRS dan segmen ST) dan berakhir di awal gelombang T. Namun, karena biasanya sulit menentukan dengan pasti di mana segmen ST berakhir dan gelombang T berawal, hubungan antara segmen ST dan gelombang T harus ditentukan bersama. Durasi segmen ST yang khas biasanya sekitar 0,08 s (80 ms), yang pada dasarnya setara dengan tingkatan segmen PR dan TP.

Segmen ST normal sedikit cekung ke atas. Segmen ST yang datar, sedikit landai, atau menurun dapat menandakan iskemia koroner.
68

Elevasi segmen ST bisa menandakan infark otot jantung. Elevasi lebih dari 1 mm dan

lebih panjang dari 80 ms menyusul titik J. Tingkat ukuran ini bisa positif palsu sekitar 15-20% (yang sedikit lebih tinggi pada wanita daripada pria) dan negatif palsu sebesar 20-30%.[14] Gelombang T Gelombang T menggambarkan repolarisasi (atau kembalinya) ventrikel. Interval dari awal kompleks QRS ke puncak gelombang T disebut sebagai periode refraksi absolut. Separuh terakhir gelombang T disebut sebagai periode refraksi relatif (atau peride vulnerabel). Pada sebagian besar sadapan, gelombang T positif. Namun, gelombang T negatif normal di sadapan aVR. Sadapan V1 bisa memiliki gelombang T yang positif, negatif, atau bifase. Di samping itu, tidak umum untuk mendapatkan gelombang T negatif terisolasi di sadapan III, aVL, atau aVF.

Gelombang

terbalik

(atau

negatif)

bisa

menjadi iskemia

koroner, sindrom

Wellens, hipertrofi ventrikel kiri, atau gangguan SSP.

Gelombang T yang tinggi atau "bertenda" bisa menandakan hiperkalemia. Gelombang T

yang datar dapat menandakan iskemia koroner atau hipokalemia.

Penemuan

elektrokardiografi

awal

atas

infark

otot

jantung

akut

kadang-

kadang gelombang T hiperakut, yang dapat dibedakan dari hiperkalemia oleh dasar yang luas dan sedikit asimetri.

Saat terjadi abnormalitas konduksi (mis., blok cabang berkas, irama bolak-balik),

gelombang T harus didefleksikan berlawanan dengan defleksi terminal kompleks QRS, yang dikenal sebagaikejanggalan gelombang T yang tepat. Interval QT Interval QT diukur dari awal kompleks QRS ke akhir gelombang T. Interval QT yang normal biasanya sekitar 0,40 s. Interval QT di samping yang terkoreksi penting dalam diagnosis sindrom QT panjang dan sindrom QT pendek. Interval QT beragam berdasarkan pada denyut jantung, dan sejumlah faktor koreksi telah dikembangkan untuk mengoreksi interval QT untuk denyut jantung. Cara yang paling umum digunakan untuk mengoreksi interval QT untuk denyut pernah dirumuskan oleh Bazett dan diterbitkan
69

pada

tahun 1920.[15] Rumus

Bazett adalah

, di mana QTc merupakan interval QT yang dikoreksi untuk

denyut, dan RR adalah interval dari bermulanya satu kompleks QRS ke bermulanya kompleks QRS berikutnya, diukur dalam detik. Namun, rumus ini cenderung tidak akurat, dan terjadi kelebihan koreksi di denyut jantung tinggi dan kurang dari koreksi di denyut jantung rendah. Gelombang U Gelombang U tak selalu terlihat. Gelombang ini khasnya kecil, dan menurut definisi, mengikuti gelombang T. Gelombang U diperkirakan menggambarkan repolarisasi otot papillaris atau serabut Purkinje. Gelombang U yang menonjol sering terlihat di hipokalemia, namun bisa ada di hiperkalsemia, tirotoksikosis, atau pemajanan terhadap digitalis, epinefrin, dan antiaritmia Kelas 1A dan 3, begitupun di sindrom QT panjang bawaan dan di keadaan pendarahan intrakranial. Sebuah gelombang U yang terbalik dapat menggambarkan iskemia otot jantung atau kelebihan muatan volume di ventrikel kiri.[16] Kumpulan sadapan klinis

Diagram yang menunjukkan sadapan-sadapan yang berdampingan dengan warna yang sama Jumlah sadapan EKG ada 12, masing-masing merekam aktivitas kelistrikan jantung dari sudut yang berbeda, yang juga berkaitan dengan area-area anatomis yang berbeda dengan tujuan mengidentifikasi iskemia korner akut atau lesi. 2 sadapan yang melihat ke area anatomis yang sama di jantung dikatakan bersebelahan (lihat tabel berkode warna).

Sadapan inferior (sadapan II, III dan aVF) memandang aktivitas listrik dari tempat yang

menguntungkan di dinding inferior (atau diafragmatik) ventrikel kiri.


70

Sadapan lateral (I, aVL, V5 dan V6) melihat aktivitas kelistrikan dari titik yang

menguntungkan di dinding lateral ventrikel kiri. Karena elektrode positif untuk sadapan I dan aVL terletak di bahu kiri, sadapan I dan aVL kadang-kadang disebut sebagai sadapan lateral atas. Karena ada di dada pasien, elektode positif untuk sadapan V5 dan V6 disebut sebagai sadapan lateral bawah.

Sadapan septum, V1 and V2 memandang aktivitas kelistrikan dari titik yang

menguntungkan di dinding septum anatomi kiri, yang sering dikelmpkkan bersama dengan sadapan anterior.

Sadapan anterior, V3 dan V4 melihat aktivitas kelistrikan dari tempat yang

menguntungkan di anterior ventrikel kiri.

Di samping itu, setiap 2 sadapan prekordial yang berdampingan satu sama lain dianggap

bersebelahan. Sebagai contoh, meski V4 itu sadapan anterior dan V5 lateral, 2 sadapan itu bersebelahan karena berdekatan satu sama lain.

Sadapan aVR tak menampakkan pandangan khusus atas ventrikel kiri. Sebagai gantinya,

sadapan ini melihat bagian dalam dinding endokardium dari sudut pandangnya di bahu kanan. Sumbu

Diagram yang menunjukkan bagaimana polaritas kompleks QRS di sadapan I, II, dan III dapat digunakan untuk memperkirakan sumbu listrik jantung dalam bidang frontal. Sumbu kelistrikan jantung merujuk ke arah umum muka gelombang depolarisasi jantung (atau rerata vektor listrik) di bidang frontal. Biasanya berorientasi di arah bahu kanan ke kaki kiri, yang berhubungan dengan kuadran inferior kiri sistem rujukan heksaksial, meski 30o hingga +90o dianggap normal.

71

Deviasi sumbu kiri (-30o hingga -90o) dapat menandakan blok fasciculus anterior kiri Deviasi sumbu kanan (+90o hingga +180o) dapat menandakan blok fasciculus posterior

atau gelombang Q dari infark otot jantunginferior.

kiri, gelombang Q dari infark otot jantung lateral atas, atau pola nada ventrikel kanan.

Dalam

keadaan blok

cabang

berkas

kanan,

deviasi

kanan

atau

kiri

dapat

menandakan blok bifasciculus.

4. Anatomi Jantung Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler yang dibentuk oleh organorgan muscular (apex dan basis cordis) terdiri atas atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung : panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung : 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung : Terletak di rongga mediastinum diantara kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus.

72

Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Terdapat 2 lapisan selaput yang mengitari jantung (perikardium), yaitu: Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru Perikardium viseralis : lapisan permukaan jantung/ epikardium

Diantara kedua lapisan ini terdapat cairan perikardium.

Batas Jantung a) b) c) d) Batas kiri : paru kiri Batas kanan : paru kanan Batas bawah : diafragma Batas depan

Sternum, thymus e) Batas belakang

Tulang belakang Oesophagus Aorta descenden f) Batas atas : arkus aorta, vena cava superior, trakea

Struktur Jantung Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu : a) b) c) Endokardium (lapisan dalam) Myokardium Epikardium (lapisan luar)

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan 2 berdinding tebal disebut ventrikel (bilik) a) Atrium
73

Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan melalui katub dan selanjutnya ke paru. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katub dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium. b) Ventrikel Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula. Alur yang menonjol disebut muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun katup atrioventrikuler oleh serat yang disebut korda tendinae. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui aorta. Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel7. Katup Katup Jantung a) Katup atrioventrikuler Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup disebut katup trikuspid. Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup disebut katup Mitral. Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah aliran balik pada fase sistolik. b) Katup Semilunar Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari

ventrikel kanan. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang simetris. Katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri selama sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole. Pembukaan katup terjadi saat ventrikel berkontraksi dan tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam pembuluh darah arteri7.
74

Pembuluh Darah Jantung a) A. Coronaria dextra Memperdarahi seluruh ventriculus dextra kecuali sebagian kecil daerah sebelah kanan sulcus interventricularis. Berasal dari sinus anterior aortae dan berjalan kedepan di antara truncus pulmonalis dan auricula dekstra, vertikal didalam sulcus atrioventrikulare dextra dan pada inferior jantung, melanjut posterior di sepanjang sulcus atrioventrikularis posterior. Cabang-cabang : 1) 2) 3) 4) 5) b) Ramus coni arteriosi Rami ventriculares anteriores Rami ventriculares posteriores Ramus interventriculares posteriores (descenden) Rami atriales A. Coronaria Sinistra Memperdarahi hampir seluruh ventriculus sinister dan sebagian kecil ventriculus dextersebelah kanan sulcus interventricularis. Biasanya lebih besar dibanding dengan A. Coronaria dextra. Berasal dari posterior kiri sinus aortae aorta descendens dan berjalan kedepan diantara truncus pulmonalis dan auricula sinistra. Kemudian berjalan di sulcus atrioventricularis dan bercabang menjadi 2, yaitu : 1) Ramus interventricularis (descendens) anterior

Berjalan disekitar apex cordis untuk masuk ke sulcus interventricularis posterior dan beranastomosis dengan cabang-cabang terminal A. Coronaria dextra. 2) Ramus circumflexus

Pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di dalam sulcus atrioventricularis. Pembuluh Balik Jantung Sebagian besar darah mengalir ke dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus coronarius bagian posterior sulcus atrioventricularis dan merupakan kelanjutan dari vena cardiaca magna yang bermuara ke atrium dextra sebelah kiri vena cava inferior. Sisanya dialirkan ke atrium dextra melalui vena ventriculi dextri anterior7. Persarafan
75

Jantung dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis melalui plexus cardiacus yang terletak dibawah arcus aorta. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian atas truncus simpaticus.persarafan parasimpatis berasal dari n. Vagus. Perangsangan serabut-serabut postganglionik simpatis menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnya kontraktilitas otot jantung dan dilatasi arteriae coronaria. Srabut aferen yang berjalan bersama saaf simpatis membawa impuls saraf yang tidak disadari. Namun, apabila suplai darah ke myocardium terganggu, impuls rasa nyeri akan dirasakan pada lintasan itu. Sedangkan serabut aferen yang berjalan bersama saraf parasimpatis mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular7.

5. Fisiologi Jantung a. Elektrofisiologi Jantung Aktivitas listrik dari jantung merupakan akibat dari perubahan pada permiabelitas membran sel, yang memungkinkan pergerakan ion-ion. Dengan masuknya ion-ion tersebut maka muatan listrik sepanjang membran itu mengalami perubahan relative. Ada tiga ion yang mempunyai fungsi penting sekali dalam elektrofisiologi sel, yaitu : kalium, natrium dan kalsium. Adalah kation intrasel yang dominan sedangkan konsentrasi Na dan Ca tertinggi pada lingkungan ekstrasel. Membran sel otot jantung pada keadaan istirahat berada dalam polarisasi, dengan bagian luar berpotensi positif dibandingkan bagian dalam selisih potensial ini disebut potensial membrane. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel berubah sehingga ion Na masuk ke dalam sel, yang menyebabkan potensial membrane. Perubahan potensial membran karena stimulasi ini disebut depolarisasi. Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula yaitu proses repolarisasi.

b.

Sistem Konduksi Jantung Jantung manusia berdenyut dimulai saat listrik/ impuls merambat sepanjang jalur konduksi

jantung. hal ini meyebabkan otot jantung berkontraksi sehingga menimbulkan pemompaan darah oleh jantung. Sistem konduksi jantung adalah hambatan impuls-impuls memungkinkan pengaturan irama jantung, sistem ini merupakan modifikasi dari otot jantung yang disertai tenaga ritmik spontan
76

dan serabut syaraf tertentu. Jantung manusia dewasa normalnya berkontraksi secara berirama dengan frekuensi sekitar 72 denyutan/menit . Supaya pemompaan jantung efektif maka perlu pengkoordinasian dari jutaan sel otot jantung. Kontraksi akan terjadi jika potential aksi yang berjalan menuju membran sel otot. Impuls yang diterima sel tersebut kemudian disalurkan ke sel selanjutnya melalui gap junction sehinnga jika ada rangsangan pada salah satu bagian saja maka bagian yang lain juga terangsang. Oleh karena itu, sel otot pada jantung diatur secara spesifik oleh frekuensi eksitasi jantung, jalur konduksi dan banyaknya eksitasi pada daerah tertentu. Komponen-komponen eksitasi dari jantung secara urut terdiri dari sino-atrial node(SA node), jaras internodal atrium, atrioventricular node (AV node), bundle His, cabang kiri-kanan bundel dan sistem Purkinje. Komponen komponen eksitasi jantung : 1. SA Node ( Sino-Atrial Node ) Simpuls sino-atrial (S-A) merupakan kepingan berbentuk sabit yang mengalami spesialisasi dengan lebar kira-kira 3mm-1cm ; simpul Ini terletak pada dinding posterior atrium masing-masing berdiameter 3-5mikro, berbeda dengan serabut atrium sekitarnya yang berdiameter 15-20mikro. Tetapi serabut S-A berhubungan langsung dengan atrium sehingga setiap potensial aksi yang mulai pada simpul S-A segera menyebar ke atrium. Serabut sino-atrial sedikit berbeda dari sebagian terbesar serabut otot jantung lainnya, yaitu hnya mempunyai potensial membrane istiraha dari -55 milivolt sampai -60 milivolt,dibandingkan dengan -85 sampai -95milivolt pada sebagian terbesar serabut lainnya. Potensial istirahat yang rendah ini disebabkan oleh sifat membrane yang mudah ditembus ion natrium. Kebocoran natrium ini menyebabkan eksitasi-sendiri dari serabut S-A. 2. AV Node (Atrio-Ventricular Node) Ujung serabut simpul S-A bersatu serabut otot atrium yang ada disekitarnya, dan pontensial yang berasal dari simpul S-A berjalan ke luar, masuk tersebut. Dengan jalan ini, pontensial aksi menyebar ke seluruh masa otot dan akhirnya juga ke simpul A-V. Kecepatan penghataran dalam otot atrium sekitar 0,3 meter per detik. Tetapi, penghatar dalam otot atrium, sebagian diantaranya sedikit lebih cepat dalam beberapa berkas kecil serabut otot atrium sebagian diantarnnya berjalan langsung dari simpul S-A ke simpul A77

V dan menghantarkan implus jantung dengan kecepatan sekitar 0,45 sampai 0,6 meter perdetik.Llintasan ini, yang dinamakan lintasan inernodal. Sel-sel dalam AV Node dapat juga mengeluarkan impuls dengan frekuensi lebih rendah dan pada SA Node yaitu : 40 60 kali permenit. Oleh karena AV Node mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node. 3. Berkas His Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu : a. Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch) b. Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch ). Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye. c. Serabut Purkinye Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel akan dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang secara otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 40 kali permenit.

VIII. KERANGKA KONSEP Faktor Risiko Aterosklerosis Ruptur Plak Trombus Oklusi sebagian arteri koronaria Suplai oksigen menurun Iskemia Miokard Metabolisme anaerob

ST depresi pada II,III,aVF

Infark Miokard

Nyeri dada

Pelepasan cardiac biomarker

ST elevasi pada V1-V4 Killif II

Kontraktilitas menurun Cardiac output menurun Gejala-gejala

78

KESIMPULAN Tn. Saman, 48 tahun, seorang pengangkut barang, menderita STEMI anteroseptal disertai killif II dan NSTEMI inferior.

DAFTAR PUSTAKA 1. Aaronson PI, Ward JPT. 2010. At a Glance Sistem Kardiovaskular: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC. 2. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:1615. 3. Andra. Sindrom Koroner Akut:Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif?. Majalah Farmacia Edisi Agustus 2006 , Halaman: 54 4. Apple FS. Glycogen phosphorylase BB and other cardiac proteins: challenges to Creatine Kinase MB as the marker for detecting myocardial injury. Clin Chem 1995;41:963-5. 5. Apple FS. Measurement of cardiac troponin-I serum for the detection of myocardial infarction. JIFCC 1998;8:148-50. 6. Apple FS, Falahati A, Paulsen PR, Miller EA, Sharkey SW. Improved detection of minor ischemic myocardial injury with measurement of serum cardiac troponin I. Clin Chem 1997;43:2047- 51. 7. Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. United States: McGraw-Hill Companies, Inc. 8. Ganong W.F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa: M. Djauhari Widjajakusumah. Editor: M. Djauhari Widjajakusumah. Edisi 17. Jakarta: EGC.. 9. Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.9. Jakarta: EGC. 10. H.A. WASID. Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut. 2003. SMF Kardiovaskular RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Purwokerto 11. IPD Diagnosis dan Terapi. Prof. Dr. A Halim-Mubin, SpPD, MSc, KPTI

79

12. Myrtha, Risalina. 2012. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut. Jawa Tengah: Cermin Dunia Kedokteran vol 39 no 4 13. Newby LK, Gibler WB, Ohman EM, Christenson RH. Biochemical markers in suspected acute myocardial infarction: the need for early assessment. Clin Chem. 1995;41:126365. 14. Price, Sylvia Anderson & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Jakarta: EGC. 15. Sherwood L. Human Physiology: The Periferal Nervous System. 7th ed. Canada: Brooks/Cole; 2010.p. 191-2. 16. Sunarya Soerianata, William Sanjaya. Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut dengan Revaskularisasi Non Bedah. Cermin Dunia Kedokteran No. 143, 2004. 17. Sugianto, Edi. 1997. Nyeri Dada dan Makna Klinisnya. Rumah Sakit Islam Sunan Kudus, Kudus: Cermin Dunia Kedokteran No.116. 18. Swartz, Mark. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC. 19. Tortora G.J, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology: Sensory, Motor, and Integrative System. 12th ed. Asia: Willey; 2009. p. 574-5.

80

Potrebbero piacerti anche